BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Agama-agama China yang populer di dunia adalah Konfusianisme,
Buddhisme, dan Taoisme. Tiga ajaran ini saling melengkapi antara satu dengan
lainnya, dan telah dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari orang China.
Jika Konfusianisme lebih menekankan nilai-nilai etika kehidupan, Buddhisme
lebih menekankan mengenai kehidupan setelah mati, maka Taoisme lebih menekankan
keserasian hubungan antara manusia dengan alam.
Di Indoneesia sendiri Budhaisme sudah banyak
dikenal dalam kalangan kehidupan masyarakat begitu pula dengan Konfusianisme,
sebab kedua ajaran atau agama tersebut sudah menjadi bagian dalam agama-agama
besar di Indonesia. Taoisme sendiri adalah sebuah agama yang baru hadir dalam
kehidupan masyarakat Indonesia oleh sebab itu, banyak masyarakat yang beluum
mengengeal dari mana seluk beluk agama tersebut.
B.
Maksud Dan Tujuan
Dengan mepertimbangkan pengulasan latar
belakang diatas maka, dapat disimpulkan bahwa maksud dan tujuan penulisan
makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk
menjelaskan apa itu Agama Taoisme?
2. Untuk
menjelaskan tentang ajaran serta lahirnya agama Taoisme?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sang Guru Tua
Menurut tradisi, Taoisme
berasal dari seorang yang bernama Lao Tzu, yang dikabarkan lahir kira-kita
tahun 640 S.M. Beberapa sarjana menyatakan bahwa beliau hidup tiga abad
kemudian diar tahun tersebut, sedangkan sarjana lainnya lagi bersikap ragu-ragu
apakh beliau ini pernah benar-benar ada. Jika ia memang pernah hidup, kita
hampir tidak tahu apa-apa mengenai hidupnya itu. Kita bahkan tidak tahu
namanya. Lao Tzu, yang dapat diterjemahkan sebagai”Putra Tua”, “Sahabat Tua”,
ataupun “Sang Guru Tua” jelas sekali meupakan suatu gelar kecintaan dan penghormatan. Beberapa
diantara legenda itu hampir tidak dapat dipercaya: bahwa dilahirkan tanpa dosa
sama sekali oleh sebuah meteor; dan dikandung oleh ibunya selama dua puluh
delapan tahun; dan lahir sebagai pemelihara arsip dinegara asalnya disebelah
barat Cina; dan bahwa dengan pekerjaannya itu hidup secara sederhana dan tidak banyak
tuntutan.
B.
Tiga Makna Kuno
Sewaktu membuka injil
Taoisme, Tao Te Ching, kita segera merasakan bahwa segala sesuatu berkisar pada
konsep pusat Tao itu sendiri. Secara harafiah kata ini berarti “jalan setapak”
ataupun “jalan”. Namun ada tiga makna untuk memahami “jalan” ini adalah sebagai
beikut:
1.
Tao adalah
jalan dari kenyataan terakhir. Tao
ini tidak dapat ditangkap karena ia melampaui jangkauan pancaindera. Sekiranya
ia akan mengungkapkan dirinya dengan penuh ketajaman, kepenuhan dan
kegemilangan, manusia yang fana ini tidak akan mampu menghadapi penglihatan
itu.
2.
Tao merupakan
jalan alam semesta, sebagai
kaidah, irama, dan kekuatan pendorong
dalam seluruh alam, dan asas penata yang berada dibelakang semua yang
ada. Walaupun dibelakang ia sekaligus juga berada ditengah-tengah yang ada itu
sendiri, karena Tao mengambil bentuk yang kedua ini, “mengambil wujud fana” dan
memberi tahu segala sesuatu. Ia “menyesuaikan hakikatnya yang penuh gairah,
menjenihkan kepenuhan dirinya yang tumbuh secara berlipat ganda meredupkan
kemuliaannya yang gilang gemilang, mengambil rupa sebagai debu”. Karena pada
dasarnya ia bukan benda melainkan roh, ia tidak dapat dimusnahkan. Namun pada
akhirnya ia bersifat lembut dan ramah. Bersifat halus dan bukan kasar, mengalir
dan bukan tergenang ia mempunyai sifat yang murah hati yang tidak terbatas. Ia
memberi tanpa batas baik kepada alam maupun kepada manusia, sehingga “ia dapat
disebut sebagai Bunda Dunia”.
3.
Tao menunjuk
pada jalan bagaimana seharusnya manusia
menatap hidupnya, agar selaras dengan cara bekerja alam semesta ini.
C.
Tiga Tafsiran tentang Kekuatan dan Tiga Taoisme yang Berbeda sebagai
Akibatnnya.
Tao Te Ching, judul dari
naskah dasar Taoisme, dapat diterjemahkan sebagai jalan dan kekuatannya. Kita sudah melihat bahwa istilah subtansif
yang pertama, jalan, dapat dipahami dalam tiga arti. Sekarang harus ditambahkan
bahwa demikian juga halnya dengan
istilah kedua. Sesuai dengan adanya tiga cara memahami Te atau “kekuatan” maka di Cina muncul tiga jenis Taoisme yang sedemikian
berbeda satu sama lain sehingga merupakan suatu penyimpangan jika ketiga aliran
itu secara resmi diberi nama yang sama dalam buku pegangan yang sama.
Salah satu cara untuk
mendekati kekuatan dasar alam semesta ini adalah melalui ilmu gaib. Dari cara pendekatan terhadap kekuatan Tao
ini lahiriah Taoisme Rakyat, yaitu
Taoisme yang dianut oleh rakyat banyak. Taoisme rakyat ini bukan merupakan
sesuatu yang indah. Keluhuran Tao Te
Ching yang beralih menjadi Taoisme
Rakyat yang merakyat dapat diibaratkan dengan beralih dari sumber air yang
jenih dipegunungan menjadi air yang tergenang
dan berbau busuk dalam suatu saluran yang tersumbat. Dalam sejarah Cina
sudah cukup lama Taoisme Rakyat ini dapat digolongkan sebagai sekedar suatu
kegaduhan upacara pemakaman.
Pendekatan kedua terhadap
kekuatan Tao ini adalah melalui mistik. Dari pendekatan terhadap kekuatan Tao
ini muncul bentuk kedua Taoisme, yang dapat kita sebut sebagai Taoisme Esoterik, karena ajarannya yang
kurang lebih memang bersifat tertutup. Walaupun ajaran ini tidak bertahan
sampai abad Masehi dan sangat sedikit
bekasnya dalam kebudayaan Cina secara keseluruhan, ajaran ini perlu
diuraikan karena ada hal penting yang terkandung didalamnya.
Karena munculnya pada waktu yang bersamaan, maka
seperti Konfusius, Taoisme Esoterik ini menyangkut Te, kekuatan yang menyatukan
seluruh masyarakat. Namun berbeda dengan Konfusius yang menyatakan bahwa
kekuatan itu bersumber dari contoh dibidang moral, penganut agama Taoisme
Esoterik berpendapat bahwa kekuatan itu pada hakikatnya bersifat psikis. Dengan
menggubah “keheningan” melalui praktek-praktek yoga yang serupa dengan yang
terdapat di India jika bukan sungguh berasal dari sana, “duduk dengan pikiran
yang sama sekali hampa” melatih “nafas dini hari”, maka beberapa orang penting
dalam setiap masyarakat akan dapat menjadi wadah yang sempurna bagi Tao,
kekuatan dasar bagi alam semesta ini. Setelah hal itu terjadi, maka
pribadi-pribadi tersebut akan memancarkan dimana mereka hidup.
Hal itu mungkin ada
benarnya, jika demikian, maka hal itu merupakan bukti dari bahasanya yang
terselubung itu. Karena Tao Te Ching
juga terbuka bagi penafsiran ketiga dimana kekuatan Tao tidak ditafsirkan
secara magis (seperti pada Taoisme Rakyat), tetapi secara filosofis. Dalam arti ketiga ini, kekuatan Tao
adalah kekuatan yang memasuki suatu kehidupan yang secara refleksi dan intuitif
telah menyatukan dirinya dengan Jalan Alam Semesta.taoisme Filosofis ini lebih
merupakan suatu sudut pandangan dan bukannya suatu gerakan, yaitu suatu
pandangan yang mempunyai pengaruh yang mendalam terhadap kehidupan orang Cina,
karena itu akan merupakan pusat uraian dari sisa bab ini. Taoisme Esoterik
telah lenyap, Taoisme Rakyat telah hancur tetapi Taoisme Filosofis ini masih
tersu membentuk watak orang Cina kearah ketenangan dan kesopanan.
D.
Keheningan yang Kreatif
Sifat kehidupan yang selaras dengan alam semesta adalah wu wei. Konsep ini sering diterjemahkan
sebagai tidak berbuat apa-apa atau tidak bergerak, tetapi jika diterjemahkan itu
berarti suatu sikap yang kosong atau menahan diri secara pasif, maka pengertian
tersebut tidak mengena. Suatu pengertian lebih baik adalah “keheningan yang
kreatif.”
Wu wei adalah kegiatan yang maksimal, penyesuaian diri yang bermanfaat,
kesederhanaan, dan kemerdekaan yang mengalir dari diri kita, atau lebih tepat
melalui diri kita sendiri. Dalam arti tertentu, ini merupakan suatu kebajikan
yang terwujudkan dengan arti tertentu, ini merupakan suatu kebajikan yang
diwujudkan dengan cara yang sama sekali berlawanan dengan cara Konfusius.
Menurut Konfusius, setiap usaha harus diarahkan untuk membangun suatu pola
sikap yang ideal yang sempurna, yang kemudian dapat ditiru secara sadar.
Pendekatan Taoisme justru berlawanan, yaitu menjangkau dasar diri yang selaras
dengan Tao dan membiarkan orang berperilaku secara spontan. Tindakan bersumber
dari kehidupan; tindakan baru, tindakan yang lebih bijaksana, tindakan yang
lebih kokh akan mengikuti kehidupan baru, kehidupan yang lebih bijaksana,
kehidupan yang lebih kokoh. Tao Te Ching menjelaskan hal ini secara singkat
padat “adalah dengan hidup.”
Wu wei adalah hidup yang dijalani tanpa ketegangan. Namun jauh dari sikap yang
tidak giat, Wu wei meupakan
perwujudan yang murni dari kelemahlembutan, kesederhanaan, dan kebebasan, suatu
kemampuan efektif yang murni dimana tidak ada gerak yang
dihambur-hamburkan sekedar untuk dipamerkan keluar.
Gejala alam yang
paling mirip dengan Tao sendiri dalam pandangan para penganut Tao adalah air.
Mereka kagum dengan cara air mengapungkan benda-benda dan tanpa kekuatan
membawanya disaat pasang. Karena itu,
airlah yang merupakan contoh yang paling dekat dengan Tao dalam dunia alamiah.
Tetapi ia juga merupakan bentuk pertama Wu
wei. Para penganut Tao amat kagum dengan cara air menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitarnya dan mencari tempat-tempat yang terletak paling rendah.
Namun, walaupun ia mampu menyesuaikan diri, air mempunyai kekuatan yang tidak
dimiliki oleh benda-benda keras dan gampang rusak.
E.
Nilai-nilai Tao Lainnya
Dengan tetap mengiktui
analog air, penganut Tao menolak segala bentuk penonjolan diri dan persaingan.
Dunia ini sudah penuh dengan manusia yang bertekad untuk menjadi seseorang yang
dikenal untuk membuat keributan. Mereka ingin maju, untuk menonjolkan diri.
Taoisme tidak menghargai ambisi seperti itu. “Kapak akan segera menumbangkan
pohon yang paling tinggi.” Dengan sikapnya yang hampir memuja kesederhanaan itu
para penganut Tao menghormati orang-orang bungkuk dan mereka gemar menunjukkan
bahwa nilai dari mangkuk, jendela, dan pintu justru terletak pada
bagian-bagiannya yang kosong. “Tidak mementingkan diri sendiri ibarat es yang
meleleh,” adalah salah satu gambaran yang menjelaskan sifat mereka. Penolakan
para penganut Tao untuk merebut kedudukan
bersumber dari tidak adanya minat sama sekali terhadap apa yang justru
dihargai didunai. Sikap ini muncul dalam sebuah cerita tentang kunjunaga Chuang
Tzu kepada seoang menteri dari sebuah
negara tetangga. Seseoang membisikkan kepada menteri tersebut bahwa kedatangan
Chuang Tzu itu disertai dengan harapan akan dapat menggantikkannya sebagai
menteri.
Demikianlah sikap mereka
terhadap sebagian besar dari kebanggaan duniawi. Kebanggaaan-kebanggaan itu
tidak merupakan nilai terluhur seperti dikira orang. Orang harus menghindari
sikap yang kasar dan agresif, bukan saja terhadap oang lain tetapi juga
terhadap alam. Sikap Tao terhadap alam cenderung kepada sikap yang persis bertolak belakang
dengan itu. Ada suatu paham naturalismenya yang mendalam pada pemikiran kaum
Taois, tetapi naturalismenya adalh naturalisme Rousseau, Wordsworth, Thoreau,
dan bukannya naturalsme Galileo atau Bacon. Alam itu haus di jadikan sahabat. Sewaktu
puncak Everest di Himalaya telah
terdaki, kalimat yang lasim diucapkan
dibarat untuk menggambarkan keberhasilannya itu adalah “di taklukkannya
Everest.” Sewaktu para pengikut Chuang Tzu meminta izin kepadanya untuk
menyelenggarakan upacara pemakaman yang besar sewaktu ia meninggal, ia
menjawab: “Langit dan bumi adalah peti mati saya” bagian dalam dan bagian luar.
Dorongan kearah
kesederhanaan ini sangat memisahkan kaum Taois dan Konfusianis. Nilai-nilai
dasar dari kedua aliran ini tidak jauh
berbeda, namun kaum Taois tidak sabar
menyaksikan bagaiman kaum Konfusianis menegakkan nilai-nilai itu. Dalam
hal ini agama Kong Hu Cu merupakan suatu
contoh dari kecenderungan umat manusia untuk mendekati kehidupan itu dengan
cara yang salah. Semua sistem yang
diperhitungkan, setiap usaha untuk
menata hidup dalam tatanan yang
rapi, tidak berguna. Para penganut Tao
menyatakan bahwa mereka yang menunjukan gambar simbolis yang mendalami ini akan
mengetahui akan memberikan kunci pemahaman yang lebih baik terhadap
rahasia-rahasia dunia jika dibandingkan dengan uraian kata-kata ataupun
filsafat yang panjang lebar. Karena yakin hal ini, Taoisme menolak segala
dikhotomi yang tajam.
Dalam pandangan Tao,
bahkan kebaikan dan keburukan kehilangan sifat mutlaknya. Didorong oleh
semangat puritanisme selama beberapa abad terakhir, orang Barat cenderung
menarik garis perbedaan secara kategoris antara kedua hal ini. Penganut Tao
jarang bersikap mutlak seperti itu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Membaur ibarat yang dan yin itu sendiri, Taoisme dan agama Khung Hu Cu merupakan dua buah
kutub asli dari pandangan Cina. Konfusius mewakili pandangan klasik, sedangkan
Lao Tzu mewakili pandangan romantik. Konfusius menekankan rasa tanggung jawab
sosial, Lao Tzu menyanjung-nyanjung spontanitas. Dan sifat alamiah. Titik pusat
perhatian Konfusius selalu pada manusia, sedangkan Lao Tzu memperhatikan apa
yang ada dibalik manusia itu. Seperti yang dikatakan oleh orang Cina sendiri,
Konfusius berkelana dalam masyarakat, Lao Tzu bertualang dibalik masyarakat
itu. Dalam kehidupan ini ada sesuatu yang
menjangkau masing-masing arah ini, dan peradaban Cina pasti akan lebih
miskin sekiranya salah satunya tidak tampil kepermukaan.
Ada buku-buku yang
pemgaruhnya terhadap kita tidak pernah lenyap sejak kita membacanya pertama
kali, karena buku-buku tersebut berbicara kepada kita. Yang terdalam diri
pembaca. Bagi semua orang yang beranggapan bahwa Tao dapat berada dala diri
kita dimana pun dan kapanpun. Tao Te Ching adalah buku yang akan memenuhi
harapan itu. Demikianlah keadaan sebagian besar oang Cina, tetapi seorang
penyair Amerika zaman ini mempunyai perasaan yang sama terhadap buku tersebut
dan menemukannya sebagai “penjelasan yang paling lurus dan paling masuk akal
yang pernah diajukan sampai saat ini tentanng kesinambungan hidup, dan sebagai
nasihat yang paling masuk akal tentang cara untuk menimatinya. Walaupun jelas
tidak pernah diamalkan secara sempurna, ajarannya tentang kesederhanaan dan
keterbukaan merupakan petunjuk yang menggembirakan bagi berjuta-juta oang Cina.
Dengan
demikian bisa dipahami, bahwa Agama Tao mengajarkan: “Meskipun manusia
merupakan bagian dari alam semesta, namun sebagai manusia haruslah mampu
membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta bisa mengetahui mana yang
baik / bijaksana dan mana yang jahat, juga yang paling penting adalah mampu
melaksanakan ajaran-ajaran Agama Tao pada setiap tingkah laku dalam hidupnya,
sebagai syarat untuk bisa menjadi manusia yang sejati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar