Kamis, 15 Oktober 2015

AGAMA TAOISME

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Agama-agama China yang populer di dunia adalah Konfusianisme, Buddhisme, dan Taoisme. Tiga ajaran ini saling melengkapi antara satu dengan lainnya, dan telah dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari orang China. Jika Konfusianisme lebih menekankan nilai-nilai etika kehidupan, Buddhisme lebih menekankan mengenai kehidupan setelah mati, maka Taoisme lebih menekankan keserasian hubungan antara manusia dengan alam.
Di Indoneesia sendiri Budhaisme sudah banyak dikenal dalam kalangan kehidupan masyarakat begitu pula dengan Konfusianisme, sebab kedua ajaran atau agama tersebut sudah menjadi bagian dalam agama-agama besar di Indonesia. Taoisme sendiri adalah sebuah agama yang baru hadir dalam kehidupan masyarakat Indonesia oleh sebab itu, banyak masyarakat yang beluum mengengeal dari mana seluk beluk agama tersebut.
B.     Maksud Dan Tujuan
Dengan mepertimbangkan pengulasan latar belakang diatas maka, dapat disimpulkan bahwa maksud dan tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.      Untuk menjelaskan apa itu Agama Taoisme?
2.      Untuk menjelaskan tentang ajaran serta lahirnya agama Taoisme?









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sang Guru Tua
Menurut tradisi, Taoisme berasal dari seorang yang bernama Lao Tzu, yang dikabarkan lahir kira-kita tahun 640 S.M. Beberapa sarjana menyatakan bahwa beliau hidup tiga abad kemudian diar tahun tersebut, sedangkan sarjana lainnya lagi bersikap ragu-ragu apakh beliau ini pernah benar-benar ada. Jika ia memang pernah hidup, kita hampir tidak tahu apa-apa mengenai hidupnya itu. Kita bahkan tidak tahu namanya. Lao Tzu, yang dapat diterjemahkan sebagai”Putra Tua”, “Sahabat Tua”, ataupun “Sang Guru Tua” jelas sekali meupakan suatu  gelar kecintaan dan penghormatan. Beberapa diantara legenda itu hampir tidak dapat dipercaya: bahwa dilahirkan tanpa dosa sama sekali oleh sebuah meteor; dan dikandung oleh ibunya selama dua puluh delapan tahun; dan lahir sebagai pemelihara arsip dinegara asalnya disebelah barat Cina; dan bahwa dengan pekerjaannya itu hidup secara sederhana dan tidak banyak tuntutan.
B.     Tiga Makna Kuno
Sewaktu membuka injil Taoisme, Tao Te Ching, kita segera merasakan bahwa segala sesuatu berkisar pada konsep pusat Tao itu sendiri. Secara harafiah kata ini berarti “jalan setapak” ataupun “jalan”. Namun ada tiga makna untuk memahami “jalan” ini adalah sebagai beikut:
1.      Tao adalah jalan dari kenyataan terakhir. Tao ini tidak dapat ditangkap karena ia melampaui jangkauan pancaindera. Sekiranya ia akan mengungkapkan dirinya dengan penuh ketajaman, kepenuhan dan kegemilangan, manusia yang fana ini tidak akan mampu menghadapi penglihatan itu.
2.      Tao merupakan jalan alam semesta, sebagai kaidah, irama, dan kekuatan pendorong  dalam seluruh alam, dan asas penata yang berada dibelakang semua yang ada. Walaupun dibelakang ia sekaligus juga berada ditengah-tengah yang ada itu sendiri, karena Tao mengambil bentuk yang kedua ini, “mengambil wujud fana” dan memberi tahu segala sesuatu. Ia “menyesuaikan hakikatnya yang penuh gairah, menjenihkan kepenuhan dirinya yang tumbuh secara berlipat ganda meredupkan kemuliaannya yang gilang gemilang, mengambil rupa sebagai debu”. Karena pada dasarnya ia bukan benda melainkan roh, ia tidak dapat dimusnahkan. Namun pada akhirnya ia bersifat lembut dan ramah. Bersifat halus dan bukan kasar, mengalir dan bukan tergenang ia mempunyai sifat yang murah hati yang tidak terbatas. Ia memberi tanpa batas baik kepada alam maupun kepada manusia, sehingga “ia dapat disebut sebagai Bunda Dunia”.
3.      Tao menunjuk pada jalan bagaimana seharusnya manusia menatap hidupnya, agar selaras dengan cara bekerja alam semesta ini. 
C.    Tiga Tafsiran tentang Kekuatan  dan Tiga Taoisme yang Berbeda sebagai Akibatnnya.
Tao Te Ching, judul dari naskah dasar Taoisme, dapat diterjemahkan sebagai jalan dan kekuatannya. Kita sudah melihat bahwa istilah subtansif yang pertama, jalan, dapat dipahami dalam tiga arti. Sekarang harus ditambahkan bahwa demikian  juga halnya dengan istilah kedua. Sesuai dengan adanya tiga cara memahami Te atau “kekuatan” maka di Cina muncul tiga jenis Taoisme yang sedemikian berbeda satu sama lain sehingga merupakan suatu penyimpangan jika ketiga aliran itu secara resmi diberi nama yang sama dalam buku pegangan yang sama.
Salah satu cara untuk mendekati kekuatan dasar alam semesta ini adalah melalui ilmu gaib.  Dari cara pendekatan terhadap kekuatan Tao ini lahiriah Taoisme Rakyat, yaitu Taoisme yang dianut oleh rakyat banyak. Taoisme rakyat ini bukan merupakan sesuatu yang indah. Keluhuran Tao Te Ching yang beralih menjadi Taoisme Rakyat yang merakyat dapat diibaratkan dengan beralih dari sumber air yang jenih dipegunungan menjadi air yang tergenang  dan berbau busuk dalam suatu saluran yang tersumbat. Dalam sejarah Cina sudah cukup lama Taoisme Rakyat ini dapat digolongkan sebagai sekedar suatu kegaduhan  upacara pemakaman.
Pendekatan kedua terhadap kekuatan Tao ini adalah melalui mistik. Dari pendekatan terhadap kekuatan Tao ini muncul bentuk kedua Taoisme, yang dapat kita sebut sebagai Taoisme Esoterik, karena ajarannya yang kurang lebih memang bersifat tertutup. Walaupun ajaran ini tidak bertahan sampai abad Masehi dan sangat sedikit  bekasnya dalam kebudayaan Cina secara keseluruhan, ajaran ini perlu diuraikan karena ada hal penting yang terkandung didalamnya.
Karena  munculnya pada waktu yang bersamaan, maka seperti Konfusius, Taoisme Esoterik ini menyangkut Te, kekuatan yang menyatukan seluruh masyarakat. Namun berbeda dengan Konfusius yang menyatakan bahwa kekuatan itu bersumber dari contoh dibidang moral, penganut agama Taoisme Esoterik berpendapat bahwa kekuatan itu pada hakikatnya bersifat psikis. Dengan menggubah “keheningan” melalui praktek-praktek yoga yang serupa dengan yang terdapat di India jika bukan sungguh berasal dari sana, “duduk dengan pikiran yang sama sekali hampa” melatih “nafas dini hari”, maka beberapa orang penting dalam setiap masyarakat akan dapat menjadi wadah yang sempurna bagi Tao, kekuatan dasar bagi alam semesta ini. Setelah hal itu terjadi, maka pribadi-pribadi tersebut akan memancarkan dimana mereka hidup.
Hal itu mungkin ada benarnya, jika demikian, maka hal itu merupakan bukti dari bahasanya yang terselubung itu. Karena Tao Te Ching juga terbuka bagi penafsiran ketiga dimana kekuatan Tao tidak ditafsirkan secara magis (seperti pada Taoisme Rakyat), tetapi secara  filosofis. Dalam arti ketiga ini, kekuatan Tao adalah kekuatan yang memasuki suatu kehidupan yang secara refleksi dan intuitif telah menyatukan dirinya dengan Jalan Alam Semesta.taoisme Filosofis ini lebih merupakan suatu sudut pandangan dan bukannya suatu gerakan, yaitu suatu pandangan yang mempunyai pengaruh yang mendalam terhadap kehidupan orang Cina, karena itu akan merupakan pusat uraian dari sisa bab ini. Taoisme Esoterik telah lenyap, Taoisme Rakyat telah hancur tetapi Taoisme Filosofis ini masih tersu membentuk watak orang Cina kearah ketenangan dan kesopanan.
D.    Keheningan yang Kreatif
Sifat kehidupan yang selaras dengan alam semesta adalah wu wei. Konsep ini sering diterjemahkan sebagai tidak berbuat apa-apa atau tidak bergerak, tetapi jika diterjemahkan itu berarti suatu sikap yang kosong atau menahan diri secara pasif, maka pengertian tersebut tidak mengena. Suatu pengertian lebih baik adalah “keheningan yang kreatif.”
Wu wei adalah kegiatan yang maksimal, penyesuaian diri yang bermanfaat, kesederhanaan, dan kemerdekaan yang mengalir dari diri kita, atau lebih tepat melalui diri kita sendiri. Dalam arti tertentu, ini merupakan suatu kebajikan yang terwujudkan dengan arti tertentu, ini merupakan suatu kebajikan yang diwujudkan dengan cara yang sama sekali berlawanan dengan cara Konfusius. Menurut Konfusius, setiap usaha harus diarahkan untuk membangun suatu pola sikap yang ideal yang sempurna, yang kemudian dapat ditiru secara sadar. Pendekatan Taoisme justru berlawanan, yaitu menjangkau dasar diri yang selaras dengan Tao dan membiarkan orang berperilaku secara spontan. Tindakan bersumber dari kehidupan; tindakan baru, tindakan yang lebih bijaksana, tindakan yang lebih kokh akan mengikuti kehidupan baru, kehidupan yang lebih bijaksana, kehidupan yang lebih kokoh. Tao Te Ching menjelaskan hal ini secara singkat padat “adalah dengan hidup.”
Wu wei adalah hidup yang dijalani tanpa ketegangan. Namun jauh dari sikap yang tidak giat, Wu wei meupakan perwujudan yang murni dari kelemahlembutan, kesederhanaan, dan kebebasan, suatu  kemampuan efektif  yang murni dimana tidak ada gerak yang dihambur-hamburkan sekedar untuk dipamerkan keluar.
Gejala alam yang paling mirip dengan Tao sendiri dalam pandangan para penganut Tao adalah air. Mereka kagum dengan cara air mengapungkan benda-benda dan tanpa kekuatan membawanya disaat pasang.  Karena itu, airlah yang merupakan contoh yang paling dekat dengan Tao dalam dunia alamiah. Tetapi ia juga merupakan bentuk pertama Wu wei. Para penganut Tao amat kagum dengan cara air menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya dan mencari tempat-tempat yang terletak paling rendah. Namun, walaupun ia mampu menyesuaikan diri, air mempunyai kekuatan yang tidak dimiliki oleh benda-benda keras dan gampang rusak.
E.     Nilai-nilai Tao Lainnya
Dengan tetap mengiktui analog air, penganut Tao menolak segala bentuk penonjolan diri dan persaingan. Dunia ini sudah penuh dengan manusia yang bertekad untuk menjadi seseorang yang dikenal untuk membuat keributan. Mereka ingin maju, untuk menonjolkan diri. Taoisme tidak menghargai ambisi seperti itu. “Kapak akan segera menumbangkan pohon yang paling tinggi.” Dengan sikapnya yang hampir memuja kesederhanaan itu para penganut Tao menghormati orang-orang bungkuk dan mereka gemar menunjukkan bahwa nilai dari mangkuk, jendela, dan pintu justru terletak pada bagian-bagiannya yang kosong. “Tidak mementingkan diri sendiri ibarat es yang meleleh,” adalah salah satu gambaran yang menjelaskan sifat mereka. Penolakan para penganut Tao untuk merebut kedudukan  bersumber dari tidak adanya minat sama sekali terhadap apa yang justru dihargai didunai. Sikap ini muncul dalam sebuah cerita tentang kunjunaga Chuang Tzu kepada seoang menteri  dari sebuah negara tetangga. Seseoang membisikkan kepada menteri tersebut bahwa kedatangan Chuang Tzu itu disertai dengan harapan akan dapat menggantikkannya sebagai menteri.
Demikianlah sikap mereka terhadap sebagian besar dari kebanggaan duniawi. Kebanggaaan-kebanggaan itu tidak merupakan nilai terluhur seperti dikira orang. Orang harus menghindari sikap yang kasar dan agresif, bukan saja terhadap oang lain tetapi juga terhadap alam. Sikap Tao terhadap alam cenderung  kepada sikap yang persis bertolak belakang dengan itu. Ada suatu paham naturalismenya yang mendalam pada pemikiran kaum Taois, tetapi naturalismenya adalh naturalisme Rousseau, Wordsworth, Thoreau, dan bukannya naturalsme Galileo atau Bacon.  Alam itu haus di jadikan sahabat. Sewaktu puncak Everest  di Himalaya telah terdaki, kalimat yang lasim diucapkan  dibarat untuk menggambarkan keberhasilannya itu adalah “di taklukkannya Everest.” Sewaktu para pengikut Chuang Tzu meminta izin kepadanya untuk menyelenggarakan upacara pemakaman yang besar sewaktu ia meninggal, ia menjawab: “Langit dan bumi adalah peti mati saya” bagian dalam dan bagian luar.
Dorongan kearah kesederhanaan ini sangat memisahkan kaum Taois dan Konfusianis. Nilai-nilai dasar dari kedua aliran ini tidak jauh  berbeda, namun kaum Taois tidak sabar  menyaksikan bagaiman kaum Konfusianis menegakkan nilai-nilai itu. Dalam hal ini agama  Kong Hu Cu merupakan suatu contoh dari kecenderungan umat manusia untuk mendekati kehidupan itu dengan cara yang salah.  Semua sistem yang diperhitungkan,  setiap usaha untuk menata hidup  dalam tatanan yang rapi,  tidak berguna. Para penganut Tao menyatakan bahwa mereka yang menunjukan gambar simbolis yang mendalami ini akan mengetahui akan memberikan kunci pemahaman yang lebih baik terhadap rahasia-rahasia dunia jika dibandingkan dengan uraian kata-kata ataupun filsafat yang panjang lebar. Karena yakin hal ini, Taoisme menolak segala dikhotomi yang tajam.
Dalam pandangan Tao, bahkan kebaikan dan keburukan kehilangan sifat mutlaknya. Didorong oleh semangat puritanisme selama beberapa abad terakhir, orang Barat cenderung menarik garis perbedaan secara kategoris antara kedua hal ini. Penganut Tao jarang bersikap mutlak seperti itu.









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Membaur ibarat yang dan yin itu sendiri, Taoisme dan agama Khung Hu Cu merupakan dua buah kutub asli dari pandangan Cina. Konfusius mewakili pandangan klasik, sedangkan Lao Tzu mewakili pandangan romantik. Konfusius menekankan rasa tanggung jawab sosial, Lao Tzu menyanjung-nyanjung spontanitas. Dan sifat alamiah. Titik pusat perhatian Konfusius selalu pada manusia, sedangkan Lao Tzu memperhatikan apa yang ada dibalik manusia itu. Seperti yang dikatakan oleh orang Cina sendiri, Konfusius berkelana dalam masyarakat, Lao Tzu bertualang dibalik masyarakat itu. Dalam kehidupan ini ada sesuatu yang  menjangkau masing-masing arah ini, dan peradaban Cina pasti akan lebih miskin sekiranya salah satunya tidak tampil kepermukaan. 
Ada buku-buku yang pemgaruhnya terhadap kita tidak pernah lenyap sejak kita membacanya pertama kali, karena buku-buku tersebut berbicara kepada kita. Yang terdalam diri pembaca. Bagi semua orang yang beranggapan bahwa Tao dapat berada dala diri kita dimana pun dan kapanpun. Tao Te Ching adalah buku yang akan memenuhi harapan itu. Demikianlah keadaan sebagian besar oang Cina, tetapi seorang penyair Amerika zaman ini mempunyai perasaan yang sama terhadap buku tersebut dan menemukannya sebagai “penjelasan yang paling lurus dan paling masuk akal yang pernah diajukan sampai saat ini tentanng kesinambungan hidup, dan sebagai nasihat yang paling masuk akal tentang cara untuk menimatinya. Walaupun jelas tidak pernah diamalkan secara sempurna, ajarannya tentang kesederhanaan dan keterbukaan merupakan petunjuk yang menggembirakan bagi berjuta-juta oang Cina.

Dengan demikian bisa dipahami, bahwa Agama Tao mengajarkan: “Meskipun manusia merupakan bagian dari alam semesta, namun sebagai manusia haruslah mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta bisa mengetahui mana yang baik / bijaksana dan mana yang jahat, juga yang paling penting adalah mampu melaksanakan ajaran-ajaran Agama Tao pada setiap tingkah laku dalam hidupnya, sebagai syarat untuk bisa menjadi manusia yang sejati.