Jumat, 06 Maret 2015

Liturgi-Kristen



PENDAHULUAN
Menarik bahwa peribadahan yang telah berjalan seperti biasanya dibahas secara historis. Dalam teologi ilmu yang membahas peribadahan adalah ilmu liturgi. Yang dimaksud dengan liturgi adalah kegiatan iadah baik berbentuk seremonial maupun praksis. Ibadah praksis adalah ibadah yang sejati. Ibadah yang sejati tidak berbatas pada ibadah gereja melalui selebrasi, tetapi terwujud pula di dalam sikap hidup orang percaya di dunia sehari-hari melalui aksi.
1.      Istilah-istilah dan Pemahaman Etimologis Liturgi
Kata yang paling umum dipakai  adalah liturgi. Kata ini berasal dari bahasa Yunani: Leutergia. Kata Leutergia berasal dari dua kata, yaitu ergon artinya melayani atau bekerja, dan  Leos, artinya bangsa, masyarakat, persekutuan umat. Kata Leos dan Ergon diambil dari kehidupan masyarakat Yunani Kuno sebagai kata kerja nyata  rakyat kepada bangsa dan negara. Selain itu Liturgi dalam bahasa Indonesia yang sejajar ialah Kebaktian. Bhakti (Sangsekerta) ialah perbuatan yang menanyakan setia dan hormat, memperhambakan diri, perbuatan baik.
Kata ibadah, semisal ibadah Minggu, berasal dari bahasa Arab, yakni ebdu atau abdu (abdi atau hamba). Kata ini sejajar dengan kata bahasa Ibrani, abodah (ebed=hamba), yang artinya perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Tuhan.
Pemahaman ibadah atau kebaktian tidak terbatas pada sisi selebrasi, yakni upacara bagi Tuhan, tetapi mengandung arti perbuatan tunduk dan hormat. Kat misa, semisal Roman Mass untuk menyatakan  Misa Roma, sering pula digunakan untuk perayaan liturgi. Kata proskunein adalah perbuatan tunduk diri. Kata thusia digunakan untuk persembahan korban dalam bentuk perayaan yang ditunjukan melalui perbuatan yang dilakukan baik oleh pemeluk agama. Phospora adalah koran Persembahan. Therskeia digunakan sebagai dedikasi agamawi. Kata kerja sebein menunjuk pada ibadah.
2.      Aksi dan Selebrasi
Berdasarkan berbagai arti etimologi dan kriteria teologi diatas ada beberapa hal yang mempunyai makna sejajar, yaitu pelayanan, persembahan dan pengutusan. Unsur-unsur liturgi memberikan tempat untuk penggajaran dan pemberitaan firman melalui pembahacaan Alkitab, nyanyian Homili atau khotbah. Liturgi adalah kreasi teologis yang sekaligus teoritis dan praksis. Kegiatan berliturgi tidak memisahkan antara tindakan dan perayaan, antara praktik dan teori, antara kelakuan dan meditasi, antara praksis dan refleksi.
Perayaan atau upacara erat berhubungan dengan penggunaan penghayatan simbol-simbol didalamnya. Akan tetapi bagaimanapun simbol bukan kenyataan dan realitas. Simbol hanya mengambarkan yang sesungguhnya.
3.      Sejarah Penyelamatan
Perayaan ibadah gereja adalah simbol peristiwa kudus yang berawal dari kebangkitannya. Kebangkitan Kristus dirayakan dalam liturgi yang dilayarkan pada hari minggu, yakni hari kebangkitan Kristus. Benang merah tersebut juga tercermin dalam selebrasi liturgi gereja. Tidak ada tata liturgi yang terlepas keterbentukannya dengan tata litrugi sebelumnya.
4.      Catatan-catatan
Uraian dalam tulisan ini adalah tentang proses historis pembentukan liturgi dari masa ke masa. Secara umum diuraikan dalam segala sesuatu bentuk praktik liturgi sinaksis sejak gereja mula-mula hingga hal-hal yang digumuli pada masa kini.
BAB I
LITURGI EMPAT ABAD PERTAMA
Yesus tidak pernah memberikan tata ibadah yang harus dilakukan oleh gereja. Informasi Alkitab mengenai bentuk liturgi gereja mula-mula berdasarkan pada Kisah Para Rasul 2:41-42 menuliskan bahwa “orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis...”. Tujuan mereka berkumpul adalah mengadakan peringatan akan Tuhan. Menurut liturgiologi, ibadah gereja-gereja awal memberikan arah bagi liturgi dewasa ini. Hal ini didasari dalam gerekan liturgis. Liturgi awal adalah dasar perkembangan dan akar pembentukan liturgi sepanjang sejarah.
1.      Latar Belakang Keyahudian dalam Liturgi Awal
Pada ibadah Kristen mula-mula, pengaruh ibadah Yahudi cukup dominan. Pengaruh tersebut berasal dari jemaat-jemaat di Yerusalem dan sekitarnya. Sebagian besar umat adalah Yahudi Kristen, tersebar arah Timur. Sinaksis adalah perkumpulan umat untuk mebaca Kitab Suci, menyanyikan Mazmur dan berdoa di sinagoge. Ketiga unsur ini adalah bagian utama dalam ibadah Kristen mula-mula, walaupun mereka secara praktis tidak seragam dengan ibadah Yahudi.
Liturgi awal berjalan tanpa terikat pada buku-buku liturgi, tata liturgi, formula liturgis, dan aturan-aturan liturgis lain. Bahkan, unsur-unsur liturgi baru muncul dalam perjalanan sejarah kemudian. Hal fundamental dari gereja mula-mula adalah doa berkhotbah. Berkhotbah adalah sikap pengenangan, puju-pujian, dan pengucapan syukur kepada Allah karena Ia telah melakukan perkara besar.
2.      Ibadah Harian
Selain mengadakan perjamuan, berdoa dalam ibadah harian adalah salah satu jenis perayaan penting yang dilakukan oleh Gereja mula-mula. Doa yang sekaligus pengakuan iman ini sederhana, yakni “Iesous Khristos Kyrios” artinya Yesus Kristus adalah Tuhan. Yudaisme mengenal dua atau tiga waktu doa. Ketiga waktu doa ini dilakukan secara personal dan di luar ibadah komunal. Selain ibadah individual, sinagoge memelihara tradisi ibadah komunal, yang kemudian dipraktikan oleh gereja. Praktik ibadah atau doa individual dijalankan sejak zaman Perjanjian Lama. Cara-cara ini lalu menjadi doa-doa siang.
Tatah liturgi doa siang adalah sebagai berikut:
-          Doa-doa pujian bersama
-          Pengucapan syukur bersama untuk ekaristi
-          Doa syafaat.
Ritus doa pagi sebagai berikut:
-          Menyanyikan Mazmur pujian
-          Pembacaan Alkitab
-          Refleksi Alkitabiah
Hingga  awal abad ke-3 addalah lazim waktu berdoa dilakukan sebagai berikut:
-          Doa pagi dilakukan pada jam pertama atau pukul 06.00 sebab Tuhan telah bangkit.
-          Doa ke-3 dan doa jam ke-5, sebab Ia adalah matahari dan erang yang benar, yang kita rindukan.
-          Doa jam ke-9, sebab Tuhan telah menaggung sengsara yang hebat.
-          Doa Malam dilakukan pada pukul 17.00 atau pada malam hari sebab anak-anak terang, malam adalah sama dengan siang.
-           
3.      Hari Raya Liturgi
Pada zaman Patristik, hari Sabat digunakan sebagai hari kebaktian oleh gereja. Hal ini masih berlangsung hingga abad ke-4. Yesus merayakan hari Sabat. Paulus juga beribadah di Sinagoge pada hari Sabat. Dalam agama Yahudi perayaan hari Sabat dimulai sejak jumat petang, yakni setelah matahari terbenanam. Perayaan hari sabat dimulai dengan Kiddusy, yakni berkat untuk hari yang akan datang, berkat cahaya, doa, pembacaan, meditasi, dan pengungkapan penggharapan yang kuat akan datanggnya Mesias.
Ada dua hari raya lain dalam Yudaisme yang berhubungan dengan hari raya gereja, yaitu:
-          Hari raya Succoth, disebut hari raya Pondok Daun
-          Dua bulan setelah Tisri, yakni tangggal 25 Kislew (sekitar awal Desember atau masa Adven di gereja), Yudaisme merayakan Hanukkah.
4.      Latar Belakang Helenistik Dalam Liturgi Awal
Dengan berlatar belakang agama misteri, gereja merayakan ritus inisiasi baptisan dengan tambahan eksorsisme dan pengurapan. Pemahaman ibadah Matahari memberi dampak luas dalam berbagai aspek kehidupan waktu itu. Sang Surya menjadi fokus hidup dan budaya masyarakat. Misalnya awal pekan disebut hari sang surya. Gereja tidak dapat mengelak pengaruh ini dengan masuknya teologi sang surya. Hari ibadah dilaksanakan pada hari Minggu, yakni hari kebangkitan Kristus. Demikian pula, dengan perayaan Paskah dan Pentakhosta dirayakan hari raya sang surya pula. Disini, kita berhadapan dengan Kristenisasi kinteks, yakni sebuah bentuk pemaksaan oleh keadaan, penggaruh masyarakat, dan kemauan penguasa.
5.      Akar-akar Sakramen
Sakramen berasal dari bahasa latin Sacrare, yakni hal yang menyebabkan kekudusan. Sacramentum adalah ikrar yang diucapkan dalam sebuah upacara. Terminologi kedua, yakni sakramen sebagai tanda, dalam pemahaman disini lebih berwujud liturgi. Sakrammen adalah tanda-tanda kudus yang membangun dan memilihara umat seperti baptisan dan ekaristi. Tindakan sakramen mewujud di dalam pemberkatan, peneguhan, penahbisan, diakonia, dan sebagainya.
Unsur pastoral tersebut dapat diuraikan melalui contoh berikut ini:
-          Sakramen tobat adalah perwujudan dari perdamaian
-          Pengurapan orang sakit berkaitan dengan keutuhan ciptaan
-          Dalam pernikahan tekandung unsur ilahi dan manusiawi.
a.       Rekonsiliasi tobat
Ketaatan dan kesetiaan sebagai pengikut Kristus menjadi  dasar pembentukan tata tertib rekonsiliasi tobat. Ada beberapa tahap yang harus ditempuh si petobat adalah sebagai berikut:
-          Orang yang bertobat harus lebih dulu mengaku dosa.
-          Setelah pengakuan, orang itu menjalankan masa tertentu dengan mendapatkan tempat khusus di dalam gereja.
-          Masa ini dijalankan sejak Rabu abu hingga ia diterima kembali.
Penekanan utama sakramen tobat bukan pada hukuman, melainkan pada pengampunan dan penerimaan kembali.
b.      Penahbisan dan Jabatan
Pemilihan pemangku jabatan pelayan gereja serta akar-akar penahbisan telah muncul sejak gereja zaman mula-mula. Ada pemilihan beberapa orang yang dinilai cakap. Semula pejabat-pejabat itu, termasuk uskup, merupakan dewan. Mereka terdiri dari beberapa orang, tidak hanya satu orang.
Secara umum pelayanan-pelayanan jemaat adalah orang-orang yang sangat terpandang. Umat memandang mereka sangat berkharisma, bukan karena berpendidikan. Constitutiones Apostolicae menjabarkan pembagian tugas  dalam liturgi sebagai berikut:
-          Klerus, yaitu Uskup, Para Imam atau disebut Presbiter, para Diakon.
1.      Uskup adalah orang terhormat yang berinisiatif mengumpulkan umat.
2.      Imam atau Presbiter, duduk disebelah uskup di katerdra atau yang disebut panti imam.
3.      Diakon adalah telingga dan mulut uskup.
-          Pejabat kecil, yaitu subdiakon atau pelayan-pelayan, diakon perempuan atau diakones, lecktor atau pembaca, cantor yakni pemimpin para penyanyi, penjagaga atau kostor dan pengusir setan atau roh jahat.
1.      Subdiakon bertugas menjaga pintu perempuan.
2.      Diakon perempuan adalah jabatan tertua dalam tingkat ini.
3.      Lektor bertugas membacakan Kitab Suci.
4.      Gantor adalah pejabat yang berkonsentrasi untuk nyanyian gereja.
5.      Penjaga atau kostor bertugas mengawasi orang yang keluar masku gereja selama kebaktian.
6.      Pengusir roh jahat bertugas terutama pada menjelang baptisan untuk calon baptis.
c.       Kaum Beriman, yakni orang awam atau disebur juga sidang jemaat.
Ada tiga bentuk partisipasi umat yaitu:
-          Membawa roti dan anggur ekaristi ke gereja.
-          Menerima komuni
-          Mengambil bagian dalam nyanyian, responsori dan aklamasi.
BAB II
LITURGI MENJELANG ABAD-ABAD PERTENGAHAN
Ada satu masa dalam sejarah gereja yang disebut menjelang abad-abad pertengahan. Masa tersebut berlangsung sekitar satu setengah abad, antara zaman setelah Agustinus dan sebelum Gregorius 1. Banyak orang menjadi Kristen karena situasi dan status sosial, serta kemudahan persyaratann yang diberikan oleh gereja negara.
1.      Ibadah Agama Lama
Sekalipun agama lain dan ibadah agama lama dilarang secara resmi oleh kaisar Theodosius, terlalu piciklah membayangkan bahwa kelekattann yang sangat merakyat itu dapat hilang dalam waktu singkat. Pada suatu pihak, liturgi dirayakan dengan lebih megah, lebih terbuka, lebih semarak dan lebih menarik perhatian. Slah satu contoh kreativitas yang mengkristenkan unsur ritual agama lama antara lain Refrigerium, yakni upacara perjamuan di makam.
2.      Budaya Imperial dan Tata Busana
Warisan kedua ini sebenarnya harus ditulis warisan liturgis. Hal ini berhubungan dengan pengaruh budaya kekaiseran yang masuk liturgi. Tak luput, budaya gereja mengikuti budaya setempat di mana ia berdiri. Para pelayan liturgi dan altar ditempatkan ke tengah dan di ujung timur naos. Umat di tempatkan di alos disisi kiri atau sebelah utara dan kanan sebelah selatan dari naos. Stola juga digunakan sebagai mantel. Stola adalah kain panjang dengan lebar 10 cm. Imam juga membawa secarik kain sebenarnya fungsinya telalu liturgis, yakni mappa atau mappula. Dileher dan pundak uskup melingkar dari depan kebelankang paenula atau cappa. Ada pula tunica dalmatica, yakni tunica yang dikenakan oleh uskup dan diakon sebagai aksesioris pada waktu penahbisannya. Khusus uskup, ia mengenakan penutup kepala yang disebut Camalucum.
3.      Gereja Di Yerusalem
Gereja di Yerusalem di peroleh dari catatan Egeria. Catatan hariannya yang kemudian disebut oleh para pakar sebagai Itenerarium Egeriare, adalah warisan berharga bagi studi tentang gereja di Yerusalem. Egeria menginformasikan bahwa ibadah di Yerusalem ditangani oleh biarawan dan biarawati, tetpi secara istimewa tetap dilayangkan oleh kaum Klerus dan umat.
Ibadah harian yang dilayankan sepanjang minggu pada pekan suci dan Prapaskah, termasuk hari Minggu Paskah. Fungsi para pelayan ibadah berdasarkan hirearki. Pucuk tertinggi ialah uskup, seorang pria yang dipandang sebagai perantara. Peran uskup secara istimewa melambangkan kehadiran Kristus sebagai Imam Besar yang mengantarai umat-Nya di hadapan Allah Bapa. Para Presbiter atau Imam bersama dengan pengajar memelihara dan mengajar umat sesuai dengan ajaran imamat.
Di Yerusalem pelayanan eksorsisme tidak di sebutkan, secara eksplesit ditangani oleh seseorang, seperti di tempat masa itu. Ada kemungkinan pelayanan ditanggani oleh imam. Juga tidak ada subdiakon dan penjaga seperti di gereja-gereja berbahasa Yunani lain.
Hari raya liturgi menjadikan kota Yerusalem kelimpahan. Yerusalem dikunjungi oleh peziarah. Pelayanan ibadah diadakan di situs-situs historis, berhubungan dengan hidup, kerja, mati dan kebangkitan Kristus.
4.      Tradisi Hidup Membiara
Tradisi hidup membiara atau bertapa mula-mula diawali oleh gerakan kaum muda untuk bebas dari sekulerisme, kediniawian, kemewahan, dan kelmbagaan gereja. Mereka yang menjalanakan hidup membiara atau bertapa melakukan penyendirian ketempat-tempat sunyi atau disekitar rumahnya untuk dapat lebih menghayati hidup mengabdi pada Allah.
Pada abad ke-6, Benediktus membagi empat jenis dan tingkat bagi biarawan dan biarawati dalam membiara yakni: Pertama, Kenobit mereka adalah yang paling tertinggi. Kenobit hidup dalam kebersamaan di dalam satu rumah biara. Kedua, Anakhoret yaitu petapa yang mengkhususkan diri memerangi kuasa jahat dan menjahui duniawi melalui latihan kedesiplinan. Ketiga, Scarabites yakni petapa yyang tidak berada di bawah kotrol apapun atau siapa pun. Keempat, tingkat terendah adalah Gyrovogus yakni penjelajah, petualang, pengembara. Biarawan ini menghabiskan hisup dengan berpindah-pindah.
BAB III
LITURGI ABAD-ABAD PERTENGAHAN PERTAMA
Masa abad-abad pertengahan diawali dengan runtuhnya politik negara Romawi yang dimanfaatkan secara baik oleh Uskup Roma. Ia mulai memegang kuasa sewaktu pusat pemerintahan Romawi dipindahkan ke Byzantium. Gereja memulai era baru. Para uskup melakukan kampanye untuk menjadi Papa. Julukan Paus untuk pertama kalinya di berikan Kepada Leo I.
Dalam sejarah gereja abad ke-5, ada dua rumpun tradisi besar dalam liturgi yaitu liturgi Roma dan liturgi Gallia.
1.      Buku-buku liturgi Rumpun Tradisi Roma dan Gallia
Buku—buku yang termasuk dalam  rumpun liturgi Roma, yaitu: Sacramentarium Gregorius, Sacramentarium Gelasianum, Sacramentarium Leonia, kumpulaan Naskah Revenna, dan Ordines Romani. Sedangkan yang termasuk rumpun liturgi Gallia, yaitu: Missale Gothicum, Missale Gallicanum, Misa-misa yang dipublikasikan oleh Mone, buku Pengajaran Luxeucell, Surat-surat Santo Germanus dari Paris, Buku-buku Inggris dan Irlandia, Misa Bobbio, Buku-buku Ambrosian dan Buku-buku Mozaratis.
2.      Liturgi Papal dalam Liturgi Roma
Zaman kepausan membawa dampak bagi timbulnya liturgi kepausan, disebut liturgi Papl atau ritus Papal. Liturgi yang dilayangkan oleh Paus berbeda dengan liturgi yang dilayangkan oleh imam biasa dari jemaat yang dipimpin oleh imam. Apabila Paus tidak hadir, pelayan liturgi digantikan oleh imam dengan memakai liturgi yang lebih sederhana dari pada liturgi Papal. Adalah liturgi biasa Papal, yang diadakan menurut waktu yang tetap dan dipimpin oleh Paus sendiri dihadiri oleh anggota Kerajaan dan umat dari pelosok kota Roma.
3.      Liturgi Gallia
Liturgi Gallia berasal dari liturgi oriental dan pada mulanya menggunakan bahasa Yunani. Setelah penyebarannya ke Italia, bahasa dan formula Yunani pun bercampur dengan bahasa dan formula Latin. Bagian pertama adalah liturgi masuk, diawali oleh sebuah antifon demi mempertegas kelayakan para pelayan untuk melayangkan liturgi. Kemudian nyanyian masuk, yakni monogees atau Introitus atau ingressa, atau officum, dinyanyikan. Trisagion, yakni tiga nyanyian masuk. Selanjutnya pembacaan Alkitab diselinggi dengan Mazmur. Berkohtbah atau Homili, berkata bagi katekummen yang dilanjutkan dengan prosesi persembahan tubuh dan darah Tuhan, selanjutnya persembahan dilayangkan. Kemudian ciuman kudus. Salam damai. Kemudian doa collectio post santcus berupa epiklesis. Dan bagian terakhir adalah pengucapan syukur.
4.      Perkembangan dan Penetapan Sakramen
Sebelum tiba pada bagian iini, urain mengenai sakramen terbatas sampai akar-akar sakramen. Pada abad ke-6 sampai abad ke-11 terjadi perubahan besar dalam teologi sakramen. Baptisan berubah kedalam pengertian sederhana sebagai ritus air dan firman. Karena baptisan dianggap liturgi publik dan diterima seumur hidup. Pertobatan salah satu akar praktik baptisan-ditonjolkan sebagai ritus personal dan sakramen yang dapat diulangi.
Sakramen adalah tanda dari suatu yang sakral. Namun, misteri sakral disebut juga sakramen, sebagaimana sakramen ilahi. Maka, sakramen dapat berarti tanda dari suatu yang sakral, atau suatu yang sakral yang ditandakan. Kini, kita memiliki sakramen sebagai tanda-tanda jadi. Jadi sakarmen adalah bentuk kelihatan dari anugerah yang tak terlihat. Ada tujuh sakramen, yaitu baptisan, konfirmasi, misa, pertobatan, perminyakan suci, penahbisan, dan perkawinan.
5.      Perkembangan Disiplin Spiritualitas dan Monastik
Pada awal abad-abad pertengahan, biara-biara barat mulai menjadi mandiri dan mapan dalam menerapkan metode pelatihan spiritualitas. Dalam hal metode askese, biara Barat banyak menimba ilmu dari gerakan Monastik padang pasir Mesir. Pola kenobit dianggap lebih baik sebab mencerminkan gaya hidup sebuah keluarga, selain karena alasan iklim Italia dan dunia. Barat umumnya yang lebih dingin dari pada Mesir, terutam musim dingin. Peran seorang ayah atau ibu dalm keluarga menjadi pengikat para naggota keluarga yang lain, yaitu anak-anak, sanak saudara, cucu dan sebagainya.




BAB IV
LITURGI ABAD-ABAD PERTENGAHAN KEDUA
Para ahli sejarah gereja kemudian cenderung membagi Abad-abad Pertengahan menjadi dua bagian. Padahal, kita menyadari bahwa zaman bergulir tanpa pemilahan seperti itu. Yang dimaksud dengan Abad-abad Pertengahan bagian kedua adalah masa menjelang Paus Gregorius VII dan menjelang abad reformasi abad ke-16.
Abad-abad Pertengahan tidak meluluh di warnai oleh masalah politik, yakni perseteruan antara gereja dengan negara. Muncul pula dampak lain selain gereja ingin mengatasi kuasa negara. Dampak tersebut terjadi dalam tubuh gereja sendiri. Perayaan liturgi adalah salah satu dampak tersebut.
1.      Gereja Katedral di Antara Gereja Parikial
Hingga abad ke-7, banyak bangunan gereja katedral berarsitektur basilika. Lambat laun gereja basilika disejajarkan dengan katedral. Sejak semula basilika Leteran-Roma adalah gereja katedral dari abad-abad pertengahan.
Waktu itu liturgi di basilika Leteran telah lepas dari akarnya sehingga berkembang atau sebenarnya terpelihara dua bentuk liturgi yaitu:
-          Pemeliharaann ritus perayaan liturgi di Kapel Paus
-          Perkembangan liturgi secara independen di basilikia Leteran.
Liturgi Papal menjadi model dasar bagi gereja Eropa pada awal Abad Pertengahan walaupun tiap daerah tetap memasukan atau menyisipkan penyusaiannya pada locus-nya.
Imam sebagai pemimpin paroki diharapkan menjaga dan merawat gereja, termasuk merayakan liturgi. Selain itu, menetapkan pembayaran para uskup, memberikan perhatian kepada orang miskin, kebutuannya sendiri dan para pembantunya. Jadi ada empat hal yang harus di perhatikan imam, yaitu Uskup, orang miskin, bangunan gereja dan kebutuhan pribadi.
Bagi imam paroki di kota, ada semacam tuntutan pelayanan yang lebih tinggi ketimbang sebagai paroki didesa. Tuntutan tersebut terutama pelayanan liturgi. Kehidupan Collegia dengan aktifitas liturginya di tunjang oleh uskup. Secara liturgis, uskup sangat berperan atas imam-imam, tetapi tidak mencampuri urusan biara.
2.      Arsitektur Gereja
Setelah tahun 600-an, antara zaman Konstantinus dan Karel Agung, muncul zaman baru yang dikenal dengan abad-abad Pertengahan sebagai masa kebangkitan aritektur gereja. Hal ini dibarengi dengan kebangkitan ekonomi dan perkembangan biara pada sekitar abad ke-11.
Bentuk gereja pertama yang dibangun dalam ukuran raksasa setelah rumah-rumah dan katkombe ialah basilika. Basilika adalah bangunan Romawi untuk kegiatan umum. Dalam bentuk awalnya basilika bermodel sederhana dan kosong, basilika hanya seperti hanggar bagi manusia dengan pilar di dalamnya.
Arsitektur gereja dirancang tidak melulu berdasarkan timbangan kebutuhan fungsional. Gedung gereja juga bukan sekedar tempat untuk menampung orang sebanyak-banyaknya, melainkan sebagai saran spiritual untuk merasakan perumpaan dengan Allah.
Setelah model basilika, aritektur bizantium memberi warna pada bangunan gereja. Walaupun pengaruh bizantium tidak luas, model ini menjadi saksi sejarah liturgis. Ciri khas bizantium adalah atap berkubah, bahkan berkubah besar. Ada tiga bentuk kubah: kubah bentuk tunggal, kubah bersusun, dan kubah berkuncup. Kubah-kubah tersebut disusun tanpa tiang penyangah inti di tengahnya.
Antara tahun1500 dan 1200, Arsitektur romanesque, manjadi pola agak umum bagi gereja. Bangunan ini di lengkapi dengan menara yang tingginya dapat mencapai 100m dan beratap batu. Ruang di dalamnya luas, ada yang mampu menampung sepuluh ribu orang. Jika pada awalnya bangunan gereja raksasa dan basilika lebih berupa ruang dalam yang panjang lurus, romanesque membuat model salib pada naosnya.
3.      Liturgi Pernikahan
Perkawinan orang Kristen adalah sama dengan setiap perkawinan mana pun sehingga orang yang kawin mengikuti adat istiadat setempat. Namun, dalam perkawinan itu gerja coba mewujudkan etos Kristen.bagi gereja, pernikahan yang sah ialah persetujuan kedua belah pihak yang menikah dan keluarganya. Gereja mendukung usaha melindungi institusi pernikahan. Di situlah kejujuran dan ketulusan terjamin sebab tidak ada manipulasi atau language game.
Liturgi nikah pada abad-abad pertengahan didasarkan pada sakramentria Roma. Dalam Sakramentarium Leonia abad ke-7, liturgi nikah disebut incipit velatio nuptialis, yakni pemberkatan tudung. Pemberkatan tersebut berisi enam doa yaitu :
a.       Doa Collecta, memohon berkat Allah secara umum.
b.      Doa Secreta dan hanc igitus, Doa khusus mempelai
c.       Doa Pra sacra coniugii, permohonan agar perjamuan yang diberikan oleh perempuan diterima sebagai hukum suci pernikahan.
d.      Doa bagi pasangan yyang dipersatukan Allah. ini juga merupakan doa persiapan bahwa Allah menetapkan pernikahan mereka untuk melahirkan keturunan.
e.       Doa Pro Famula Tua Illa, yakni doa berkat dan mengingatkan bahwa pada usia muda Allah menyatukan mempelai perempuan dengan suaminya untuk tumbuh bersama hingga tua.
f.       Doa Pater Mundi Conditor, yakni doa-doa bagi mempelai tentang kisah penciptaan adalah sebagai berikut:
1.      Penciptaan manusia melalui perempuan untuk meneruskan umat manusai.
2.      Perempuan sebagai yang lemah bergabung dengan yang kuat, lalu melahirkan anak.
3.      Bagi istri yang baik dan memegang hukum disebut aeterna iura.
4.      Pernikahan bukan hanya untuk mendapatkan anak, melainkan juga untuk tetap beriman.
5.      Pernikahan di dalam Kristus atau fedelis et casta nubat un Christo.
4.      Ordo-ordo Biara Baru
Abad-abad pertengahan kedua juga diwarnai dengan munculnya beberapa ordo biara yang kemudian menjadi induk-induk biara-biara di masa kemudian. Pada bab sebelumnya, telah di kemukankan tentang Cluny dan Citeaux sebagai pewaris tradisi benddikitin, yakni mengikuti peraturan atau regula Santo Benediktus. Cluny tidak betahan lama. Setelah beberapa kali terbakar, Cluby betul-betul tidak timbul lag sekitar abad ke-14.
Sementara Citeaux kemudian melahirkan tradisi Cisterciensis, sebutan yang dikenakannya pada akhir abad ke-15. Pada masa kira-kira sama lahirnya Citaeux, yakni abda ke-11, muncul biara baru di La Grande Chartreuse-Prancis, para Rahib dan muridnya yang menyebut diri mereka  Kartusian. Pada akhir abad ke-13, Fransisikus Asisi mendirikan ordo Frates Minores, yakni persaudaraan hina-dina, ata dikenal pula kaum Fransiskan.
5.      Persebaran Brevir dan Liturgi Harian
Pada akhir abad ke-14, ketika rahib makin banyak mengadakan perjalanan keluar biara sehingga tidak mungkin kembali untuk merayakan liturgi harian di kapel pada waktunya. Oleh karena itu, biara menjadi brevir. Penyediaan brevir tersebur bertujuan agar rahib tetap dapat merayakan liturgi harian di perjalanan seorang diri atau bersama satu-dua teman seperjalannya. Brevir berasal dari kata latin brevio atau breviarium, artinya penyingkatan atau ringkasan. Brevir berisi pelaksanaan liturgi, doa-doa, dan nyanyian.
BAB V
LITURGI MASA REFORMASI
Reformasi gereja abad ke-16 adalah salah satu tahap penting dalam sejarah liturgi. Setidaknya bagi pembentukan liturgi gereja-gereja reformasi kemudian. Para reformator tidak hanya mengguncang tata gereja. Mereka juga membarui praktik liturgi Abad-abad Pertenghan, terrutama Abad-abad Pertengahan kedua Paus yang memiliki kuasa dalam urusan sekuler dan pajak yang dikenakan kepada umat ditentang.
Semula reformasi tidak mengkritik liturgi Abad-abad Pertengahann. Reformasi adalah gerakan untuk membarui praktik gereja Roma. Bahkan praktik tersebut berangkat dari makna memperoleh keselamatan sebagaimana dialami Luther secara pribadi.
1.      Martin Luther (1483-1546)
Luther adalah serorang pembaru gereja yang sabar dan hati-hati dalam hal liturgi. Ia melakukan perubahan dan pembaruan secara bertahap, dan tentu saja memakan waktu
a.      Awal Pembaruan
Semula, sebagaimana di dalam buku Formula Missae, Luther memberikan beberapa contoh bahwa umat berhak menerima ekaristi dengan dua elemen, yaitu roti dan anggur, melalui tangannya sendiri. Liturgi adalah pemberitaan Firman. Seluruh aktifitas di gereja dinilai menurut ukuran tersebut. Oleh karena itu, pembacaan Alkitab dan Khotbah disampaikan dalam bahasa pribumi, sedangkan yang masih boleh disampaikan dalam bahasa latin. Doa-doa privat di offertorium yang mengingatkan akan korban dihapuskan sama sekali. Pengakuan dosa secara pribadi kepada imam diperbolehkan asal tidak diwajibkan. Imam bebas memilih dan mengenakan pakian Liturgis, asal tidak menonjolkan kemewahan dan kemegahan.
Sebagai pembaru, Luther mengadakan reformasi liturgis dengan berangkat dari akarnya, yaitu Alkitab, gereja Mula-mula, dan struktur misa Roma yang terutama liturgi dari zaman Patristik. Alkitab mendapat peran dominan dalam perayaan Iman gereja dengan selalu dibacakannya Perjanjiian Lama, surat rasuli, dan injil. Dalam pengaruh skolastik, penelitian liturgi secara historis-sebagaimana ilmu teologi pada umumnya-mendapat porsi dalam reformasinya tersebut.
b.      Tahun Liturgi
Sehubungan dengan penghapusan patung-patung orang kudus, Luther merapikan tahun liturgi. Gereja hanya diperbolehkan merayakan hari minggu dan hari raya Tuhan, yaitu: natal, paskah dan Pentakosta. Ia menghapus hari raya kudus secara bertahap. Untuk sementara hari raya Sanctorale masih dapat di rayakan, asal dimasukan dalam perayaan hari Minggu atau temporale terdekat, serta di ajarkkan melalui khotbah.
c.       Pemberitaan Firman Tuhan
Pemberitaan Firman Tuhan mempunyai arti luas dari pada hanya khotbah menonton atau pidato. Ada tiga wewenang yang mengakibatkan terjadinyya  penyelewengan dalam memberitakan firman dalam ibadah, yaitu:
-           Firman Allah dibisukkan.
-          Pada waktu firman Allah dibisukan, munculah fabel-fabel dan kebohongan non-Kristen.
-          Peribadahan tidak dinyatakan sebagai karya anugerah dan keselamatan Allah, tetapi telah menjadi bebas bagi umat untuk terpaksa mendengar.
d.      Ibadah Harian
Selain pemberitaan firman pada hari Minggu, Luther- yang adalah mantan biarawan yang bergabung pada ordo Augustin pada usia 22 tahun- menerapkan ibadah harian atau ofisi. Ada tiga waktu doa komunal setiap hari yaitu ibadah pagi, ibadah siang dan ibadah senja.

e.       Nyanyian Jemaat
Menurut Luther, nyanyian jemaat harus bervariasi dan menjemaat. Kyre elesion dinyanyikan oleh pendeta dan umat bersama-sama sebagaimana zaman Patristik dan dipraktikan oleh gereja Timur.
f.        Pernikahan Gereja
Dalam hal pernikahan gerejawi juga dalam setiap liturgi- Luther berhadapan dengan kepelbagaian praktik gereja Jerman waktu itu. Luther mengatakan “Lain negara, banyak cara”. Oleh karena itu, menerapkan sistem pramatisnya secara bijaksana berdasarkan “Lain ladang, lain belalang, lain lubuk lain ikannya”. Ia menekankan keseragaman dalam hal penyelenggaraan liturgi pernikahan.
Pernikahan adalah urusan duniawi dan bukan sakramen, tetapi harus dilangsungkan digereja. Menurut Luther, ada dua bagian dalam pernikahan gereja.
Ritus di Pintu gereja
a.       Pendeta bertanya kepada laki-laki dahulu kemudian kepada perempuan.
b.      Setelah mempelai menjawab “Ya”, mereka menukar cincin masing-masing.
c.       Pendeta memegang tangan mempelai dan mengucapkan Matius 19:6.
d.      Kemudian Pendeta memberitakan perkawinan mereka kepad umat.
Ritus Altar
a.       Pendeta membacakan dengan khidmat Kej. 2:18 dan 21-24.
b.      Kedua nas tersebut adalah hakiki dalam liturgi pernikahan bagi Luther.
c.       Pendeta memberkati dan berdoa bagi mempelai.
2.      Johannes Calvin (1509-1564)
Berbeda dengan Luther, Calvinn memberikan sumbangan besar dalam perkembangan liturgi. Ia dan temannya memulai suatu pekerjaan yang kini menjadi warisan gereja reformasi, yaitu penyusunan tata liturgi dna nyanyian jemaat. Walaupun Calvin bukan orang pertama yang membuat buku tentang liturgi, lebih dikenal oleh gereja saat ini dari pada pendahulunya. Ia sendiri baru menjadi pendeta di Jenewa pada tahu 1536.
Hingga tahun 1526, Starssburg belum memiliki buku liturgi sendiri sebagaiman yang telah digunakan oleh Luther di Jerman. Beberapa Pastor Reformasi mulai gelisah dan terdorong untuk membuat buku liturgi sendiri. Martin Bucer atau Martin Butzer (1491-1551) membuat beberapa penyederhanaan dari liturgi Katolik Roma. Kata misa diganti dengan perjamuan malam atau perjamuan Tuhan.
Jika liturgi Schwarz bersifat konservatif, Liturgi Bucer bersifat injili, dibandingkan dengan pola Luther, segi persenalitas liturgi Bucer begitu ditonjolkan. Hal tersebut terlihat dalam prinsip-prinsipnya. Menurut Bucer letirugi terdiri dari empat hal berikut:
1.      Pemberiataan Fiman Tuhan dan tanggapan umat kepada-Nya dalam bentuk mazmur-mazmur responsori, doa dan nyanyian.
2.      Peran Roh Kudus ditonjolkan secara aktif dan terlihat melalui khotbah yang mengena sehingga mendorong pertobatan.
3.      Kecuali pada waktu khotbah, umat bebas berdoa dan memuji tanpa dikekang oleh tata cara yang berlaku..
4.      Dengan demikian, gereja menjadi persekutuan kasih. Kasih harus mendasari segenap hidup dan kerja orang percaya.
a.      Unsur Liturgi Votum
Hal yang perlu dicatat sehubungan dengan sumbangan Calvin bagi liturgi gereja-gereja Reformasi di Indonesia ialah unsur yang kemudian disebut “votum”. Calvin menyebutnya sebagai adjutorium. Formula votum adalah salah satu yang telah mencirikan warisan atau kebiasaan Calvin bagi gereja-gereja Calvinis di Indonesia yang berasal dari Belanda.
b.      Mazmur Jenewa
Mazmur Jenewa sebagai nyanyian jemaat merupakan prakarsa Calvin bersama teman-temannya. Bersama Bucer di Stassburg, Calvin menganti corak nyanyian gregorian.
c.       Pernikahan Gereja
Calvin memandang perniikahan gereja secara pastoral dan teologis. Sekalipun tidak berkepentingan dalam hal pernikahan seorang umat yang menikah dilibatkan dalam iturgi. Liturgi menurut Calvin adalah sebagai berikut:
1.      Pengajaran Alkitabiah.
2.      Persetujuan Mempelai.
3.      Dilanjutkan dengan pertanyaan kepada mempelai laki-laki dan perempuan.
4.      Pendeta bertanya kepada mempelai laki-laki.
5.      Pendeta bertanya kepada mempelai Perempuan.
6.      Setelaha masing-masing mempelai menjawab “Ya”, pendeta memberkati mempelai.
7.      Untuk memberitahukan kepada mempelai bahwa Allah mempersatukan mereka dan pernikahan Kristen adalah tidak terceraikan.
8.      Doa bagi suami dan istri yang kemudian disusul dengan berkat.
9.      Lalu bagaimana dengan Luther, Calvin pun menyyatukan tangan mempelai dan tidak memberkati cincin.
BAB VI
PRAKTIK LITURGI DI GEREJA-GEREJA REFORMASI
Gerakan reformasi abad ke-16 melahirkan beberapa unsur bari di dalam pembentukan liturgi.  Sejalan dengan perkembangan gereja-gereja reformasi Eropa dan pembaharuan di Inggris. Perkembangan gereja berasal dari perkembangan teologi. Peitisme atau gerekan yang mementingkan kesalehan personal, dan revivalisme atau gerakan menghidupkan kembali semangat hidup rohani, muncul dalam rangka menggapi arus penggerak pemiikiran pada zaman itu, yakni Pencerahan.
Lahirnya istilah liturgi Protestan bermula dari polemik antara pemimpin Gereja Katolok Roma dan beberapa orang yang kemudian disebut reformator, pada zaman reformasi abad ke-16. Sebelum abad ke-16, dunia hanya mengenal satu liturgi Barat, yakni liturgi Roma. Berikut ini induk liturgi tradisoanal liturgi Barat (Roma) yakni;
a.       Lutheran dari Wittenberg
b.      Reformed atau Calvinis bermula dari Zurich
c.       Anabaptis di Swiss
d.      Anglican untuk gerja Inggris
e.       Separatis dan Puritan
f.       Queker
g.      Methodist
h.      Frontier
i.        Pentakostal abad ke-20.
1.      Hakikat Liturgi Reformasi
Dalam perkembangan reformasi, tidak ada liturgi yang ideal dan mapan sehingga wajib diikuti untuk zaman segala zaman dan tempat. Refelksi teologis atas praktis liturgis mempunyai peranan penting. Agar pembaruan liturgis yang dihasilkan tidak hanya berdasarkan kegemaran sesat, selera individu semata, atau trend zaman, refleksi teologis atas liturgi di perlukan. Jadi bagi gereja reformasi tidak ada liturgi yang bersifat normatif. Tidak ada liturgi yang bersifat kekal, sempurna, fine, dan tidak dapat diperbarui sepanjang masa.
Oikumenisitas dalam liturgi adalah salah satu konsep dan pola dalam liturgi reformasi. Bahkan Luther dan Calvin tidak berniat merombak misa Roma, kecuali hal-hal praktis yang ditampilakan melalui ritus-ritus. Ritus-ritus di gereja reformasi tidak seragam. Walaupun pola dan konsep liturgi waktu itu diusahakan oikumenis, usaha itu sekarang kurang terasa sebagaimana tejadi di Indonesia. Secara umum ada tujuh prisip dalam liturgi sehingga berwarna reformatoris, yaitu:
a.       Liturgi dilayankan dalam bahasa umat.
b.      Melalui firman-Nya, Tuhan mengumpulkan, mendirikan, melindungi, dan menjaga umat-Nya.
c.       Jika perjamuan kudus dirayakan sebagaimana perintah Kristus, umat berhak dan wajib menerima komuni.
d.      Perbedaan komuni antara imam – menerima dua elemen – dan umat – menerima satu elemen – harus diakhiri.
e.       Umat terlibat aktif dalam liturgi dengan menyanyikan nyanyian jemaat.
f.       Doa hening oleh pelayan dihilangkan.
g.      Pelayanan liturgi tidak mengenakan pakian liturgis yang hanya membedakannya dari umat.
2.      Aspek Pendidikan dalam Liturgi
Bagi gereja reformasi, kebaktian tidak melulu beraspek liturgis. Kebaktian juga memiliki sifat edukatif. Hal itu berarti gereja mengubah suasana liturgi menjadi suasana kelas sekolah, sekalipun aspek pendidikan ditekankan. Salah satu ciri berperanya segi edukasi dalam liturgi adalah pakian liturgi yang dikenakan oleh pendeta, yakni jubah hitam.

Secara umum, ada dua macam pendidikan liturgi Reformasi:
a.       Tujuan Khotbah ialah mendidik umat. Dengan demikian isi khotbah mutlak bersifat edukatif, bukan uraian dogmatis belaka.
b.      Pendidikan anggota jemaat tak hanya berlangsung di dalam khotbah. Pendidikan umum berlangsung di segenap kebaktian gereja.
3.      Nyanyian Jemaat
Salah satu perhatian gerakan reformasi yang lain dan positif adalah membuka keberbagaian nyanyian jemaat untuk dinyanyikan dalam liturgi. Bagi reformasi, mazmur-mazmur dan kidung-kidung rohani itu penting dalam ibadah. Bahkan Luther tetap memakai mazmur untuk dinyannyikan secara gregorian dalam ibadah.
Sebagaimana Luther, Calvin mendukung penerbitan 150 mazmur Jenewa untuk nyanynian jemaat. Disadari bahwa di dalam nyanyian jemaat terdapat pujian dan pemberitaan. Allah mmeneruskan firman-Nya kepada manusia dan menetapkannya untuk tinggal hidup didalam hati. Oleh sebab itu, syair nyanyian jemaat mempunyai peran penting untuk meresapi firman Allah.
Ada dua hal mengenai pembaruan syair hymnus yang terjadi sebagai berikut:
a.        Nyanyian jemaat adalah persembahan pujian kepada Allah.
b.      Jika Mazmur inggin dinyanyikan, syairnya harus disesuaikan lebih dahulu secara Kristen dan modern.
4.      Awal Liturgi Anglican
Proses pembentukan liturgi Anglican sejak 1531 oleh Raja Hendrik VIII terakait dengan beberapa penyusaian liturgi yang telah terjadi sebelumnya didaratan Eropa dan gereja-gereja di Inggris. Semula Hendrik VIII bersikap anti-Luther dan sekaligus anti-Paus. Semula ia tidak mau menggunakan contoh Reformasi dan liturgi Lutheran. Namun, lambat laun keadaannya ini berubah, terutama setalah sang raja mangkat.
5.      Pembentukan Liturgi Mehtodist dan Liturgi Gereja Independen
Buku ibadah hari minggu Methodist yang dipublikasikan di London hanya mengalami sedikiit perubahan dari The Book of The Common Prayer. Perubahan yang dilakukan Wesley terutama menyangkut hal-hal praktis dalam perjamuan. Perubahan ini hanya berupa perubahan-perubahan kecil, semisal imam diganti menjadi penatua, sebutan “engkau” dalam berkat diubah menjadi “Kita”. Para pengikut Wesley-dijuluki methodist karena Wesley seorang yang brilliantt mengatur-adalah sekedar anggota berdasarkan kartu pernyataan untuk tiga bulanan. Peribadahan methodist abad ke-18 bercirikan pada doa-doa secara bebas dan lebih banyak menyanyikan nyanyian karya Wesley.
Ciri umum peribadahan injili adalah sifat dan warna perasaan personal-devosional. Unsur-unsur tersebut terdapat dalam:
-          Nyanyian yang bersifat devosional dan personal
-          Doa-doa secara bebas tanpa teks.
-          Pembacaan Alkitab tanpa aturan terhadap tahun liturgi.
-          Khotbah bebas bagi setiap orang yang menyampaikannya.
-          Sakramen-sakramen yang ditunjang oleh pemberitaan firman.
BAB VII
LITURGI ZAMAN MODERN
Yang dimaksud dengan liturgi zaman modern adalah liturgi abad ke-20, terutama pada paruh kedua abad ke-20. Perjalanannya masih berlanjut hingga abad ke-21 ini, terutama bagi gereja-gereja Protestan di Indonesia.
1.      Penyesuaian-penyesuaian Liturgis
Penyesuaian liturgis bukan hal baru dalam sejarah gereja. Sejak gereja melayankan ibadah dan bertemu dengan dunia sekitar, liturgi senantiasa berada dalam proses penyesuaian.
a.      Kontekstualisasi
Kontekstualisasi berkaitan dengan penilaian kita terhadap konteks-konteks dalam dunia ketiga. Kontekstualisasi dengan tidak mengabaikan konteks-konteks budaya, memperhitungkan juga proses sekularisasi, teknologi dan perjuangan manusia demi keadilan, yang menjadi ciri saat ini dalam sejarah bangsa-bangsa dunia ketiga.
b.      Revisi dan indigenisasi
Dengan kata lain, kontekstualisasi bukan sekedar bergedung ibadah tradisional, tanpa mengganti tata ibadah di dalamnya. Kontekstualisasi juga bukan sekedar menggunakan iringan musik tradisonal, tanpa menyesuaikan syair nyanyian. Metode revisi dan indigenisasi awal berada di dalam pola pikir ini. Oleh sebab itu, disini kontekstualisasi memerlukan pemahaman akan nilai historis setempat secara jelas.

c.       Inkulturasi
Metode inkulturasi digunakan pada tahun 1973-an. Pemunculan istilah ini berkaitann dengan pemahaman tentang pengiriman misi. Baik budaya gereja pengirim maupun gereja penerima tidak dipudarkan.
d.      Akulturasi
Metode inkulturasi mendapat imbangan dengan metode akulturasi. Akulturasi adalah perjumpaan antara satu budaya dengan budaya lain, atau terjadinya kontark antar dua budaya.
e.       Adaptasi
Metode adaptasi dimunculkan dalam artikel 36—40 SC dari dokumen Konsili Vatikan II yang diterjemahkan dengan penyesuaian.
f.        Inkarnasi
Berbeda dengan adaptasi, metode inkarnasi atau penjelmaan wujud berlangsung melalui niat gereja untuk merayakan liturgi yang hidup bersama dengan budaya dan tradisi setempat.
g.      Indigenisasi
Metode indigenisasi atau pempribumian dapat dispesifikasikan sebagai indianisasi, filipinanisasi, afrikanisasi, amerikanisasi, iindonesianisasi dan sebagainya. Yang dimaksud dengan indigenisasi adalah memberperankan unsur-unsur seni dan budaya setempat sehingga menjadi liturgi.
2.      Nyanyian Taizẻ-Prancis
Nyanyian Taizẻ merupakan nyanyian dinamis, namun tetap bernuansa kontemplatif sebagaiman model liturgi biara pada umumnya. Semula musik Taizẻ diambil dari musik gereja yang dikenal di Prancis. Lambat laun, perbendaharaan musik untuk ibadah Taizẻ makin bertambah.
Irangan Nyanyian Taizẻ adalah berbagai alat musik yang secara harmonis dan khidmat dimainkan, semisal trompet, flute, organ, dan gitar. Pola iringan semodel ini merupakan daya ttarik khas bagi kaum muda.
3.      Gerakan Liturgis( The Liturgical Movement)
Gerakan liturgi atau The Liturgical Movement adalah pembaruan lituurgis. Gerakan liturgis ini berawal dari sebuah biara Benediktin di Prancis pada sekitar abad ke-19. Biara Solesmes-Prancis tersebut diperbaharui oleh semangat pencerahan. Dari Solesmes inilah pembaruan liturgi biara-biara secara umum menyebar ke biara-biara lain dibeberapa negara di Benua Eropa.

3 komentar: