PENDAHULUAN
Menarik bahwa peribadahan yang telah berjalan seperti biasanya
dibahas secara historis. Dalam teologi ilmu yang membahas peribadahan adalah
ilmu liturgi. Yang dimaksud dengan liturgi adalah kegiatan iadah baik berbentuk
seremonial maupun praksis. Ibadah praksis adalah ibadah yang sejati. Ibadah
yang sejati tidak berbatas pada ibadah gereja melalui selebrasi, tetapi
terwujud pula di dalam sikap hidup orang percaya di dunia sehari-hari melalui
aksi.
1.
Istilah-istilah
dan Pemahaman Etimologis Liturgi
Kata yang paling umum dipakai
adalah liturgi. Kata ini berasal dari bahasa Yunani: Leutergia. Kata
Leutergia berasal dari dua kata, yaitu ergon artinya melayani atau bekerja,
dan Leos, artinya bangsa, masyarakat,
persekutuan umat. Kata Leos dan Ergon diambil dari kehidupan masyarakat Yunani
Kuno sebagai kata kerja nyata rakyat
kepada bangsa dan negara. Selain itu Liturgi dalam bahasa Indonesia yang
sejajar ialah Kebaktian. Bhakti (Sangsekerta) ialah perbuatan yang menanyakan
setia dan hormat, memperhambakan diri, perbuatan baik.
Kata ibadah, semisal ibadah Minggu, berasal dari bahasa Arab, yakni
ebdu atau abdu (abdi atau hamba). Kata ini sejajar dengan kata bahasa Ibrani,
abodah (ebed=hamba), yang artinya perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Tuhan.
Pemahaman ibadah atau kebaktian tidak terbatas pada sisi selebrasi,
yakni upacara bagi Tuhan, tetapi mengandung arti perbuatan tunduk dan hormat.
Kat misa, semisal Roman Mass untuk menyatakan
Misa Roma, sering pula digunakan untuk perayaan liturgi. Kata proskunein
adalah perbuatan tunduk diri. Kata thusia digunakan untuk persembahan korban
dalam bentuk perayaan yang ditunjukan melalui perbuatan yang dilakukan baik
oleh pemeluk agama. Phospora adalah koran Persembahan. Therskeia digunakan
sebagai dedikasi agamawi. Kata kerja sebein menunjuk pada ibadah.
2.
Aksi
dan Selebrasi
Berdasarkan berbagai arti etimologi dan kriteria teologi diatas ada
beberapa hal yang mempunyai makna sejajar, yaitu pelayanan, persembahan dan
pengutusan. Unsur-unsur liturgi memberikan tempat untuk penggajaran dan
pemberitaan firman melalui pembahacaan Alkitab, nyanyian Homili atau khotbah.
Liturgi adalah kreasi teologis yang sekaligus teoritis dan praksis. Kegiatan berliturgi
tidak memisahkan antara tindakan dan perayaan, antara praktik dan teori, antara
kelakuan dan meditasi, antara praksis dan refleksi.
Perayaan atau upacara erat berhubungan dengan penggunaan
penghayatan simbol-simbol didalamnya. Akan tetapi bagaimanapun simbol bukan
kenyataan dan realitas. Simbol hanya mengambarkan yang sesungguhnya.
3.
Sejarah
Penyelamatan
Perayaan ibadah gereja adalah simbol peristiwa kudus yang berawal
dari kebangkitannya. Kebangkitan Kristus dirayakan dalam liturgi yang
dilayarkan pada hari minggu, yakni hari kebangkitan Kristus. Benang merah
tersebut juga tercermin dalam selebrasi liturgi gereja. Tidak ada tata liturgi
yang terlepas keterbentukannya dengan tata litrugi sebelumnya.
4.
Catatan-catatan
Uraian dalam tulisan ini adalah tentang proses historis pembentukan
liturgi dari masa ke masa. Secara umum diuraikan dalam segala sesuatu bentuk
praktik liturgi sinaksis sejak gereja mula-mula hingga hal-hal yang digumuli
pada masa kini.
BAB I
LITURGI EMPAT ABAD PERTAMA
Yesus tidak pernah memberikan tata ibadah yang harus dilakukan oleh
gereja. Informasi Alkitab mengenai bentuk liturgi gereja mula-mula berdasarkan
pada Kisah Para Rasul 2:41-42 menuliskan bahwa “orang-orang yang menerima
perkataannya itu memberi diri dibaptis...”. Tujuan mereka berkumpul adalah
mengadakan peringatan akan Tuhan. Menurut liturgiologi, ibadah gereja-gereja
awal memberikan arah bagi liturgi dewasa ini. Hal ini didasari dalam gerekan
liturgis. Liturgi awal adalah dasar perkembangan dan akar pembentukan liturgi
sepanjang sejarah.
1.
Latar
Belakang Keyahudian dalam Liturgi Awal
Pada ibadah
Kristen mula-mula, pengaruh ibadah Yahudi cukup dominan. Pengaruh tersebut
berasal dari jemaat-jemaat di Yerusalem dan sekitarnya. Sebagian besar umat
adalah Yahudi Kristen, tersebar arah Timur. Sinaksis adalah perkumpulan umat
untuk mebaca Kitab Suci, menyanyikan Mazmur dan berdoa di sinagoge. Ketiga
unsur ini adalah bagian utama dalam ibadah Kristen mula-mula, walaupun mereka
secara praktis tidak seragam dengan ibadah Yahudi.
Liturgi awal
berjalan tanpa terikat pada buku-buku liturgi, tata liturgi, formula liturgis,
dan aturan-aturan liturgis lain. Bahkan, unsur-unsur liturgi baru muncul dalam
perjalanan sejarah kemudian. Hal fundamental dari gereja mula-mula adalah doa
berkhotbah. Berkhotbah adalah sikap pengenangan, puju-pujian, dan pengucapan
syukur kepada Allah karena Ia telah melakukan perkara besar.
2.
Ibadah
Harian
Selain
mengadakan perjamuan, berdoa dalam ibadah harian adalah salah satu jenis
perayaan penting yang dilakukan oleh Gereja mula-mula. Doa yang sekaligus
pengakuan iman ini sederhana, yakni “Iesous Khristos Kyrios” artinya
Yesus Kristus adalah Tuhan. Yudaisme mengenal dua atau tiga waktu doa. Ketiga
waktu doa ini dilakukan secara personal dan di luar ibadah komunal. Selain
ibadah individual, sinagoge memelihara tradisi ibadah komunal, yang kemudian
dipraktikan oleh gereja. Praktik ibadah atau doa individual dijalankan sejak
zaman Perjanjian Lama. Cara-cara ini lalu menjadi doa-doa siang.
Tatah liturgi
doa siang adalah sebagai berikut:
-
Doa-doa
pujian bersama
-
Pengucapan
syukur bersama untuk ekaristi
-
Doa
syafaat.
Ritus doa pagi sebagai berikut:
-
Menyanyikan
Mazmur pujian
-
Pembacaan
Alkitab
-
Refleksi
Alkitabiah
Hingga awal abad ke-3
addalah lazim waktu berdoa dilakukan sebagai berikut:
-
Doa
pagi dilakukan pada jam pertama atau pukul 06.00 sebab Tuhan telah bangkit.
-
Doa
ke-3 dan doa jam ke-5, sebab Ia adalah matahari dan erang yang benar, yang kita
rindukan.
-
Doa
jam ke-9, sebab Tuhan telah menaggung sengsara yang hebat.
-
Doa
Malam dilakukan pada pukul 17.00 atau pada malam hari sebab anak-anak terang,
malam adalah sama dengan siang.
-
3.
Hari
Raya Liturgi
Pada zaman
Patristik, hari Sabat digunakan sebagai hari kebaktian oleh gereja. Hal ini
masih berlangsung hingga abad ke-4. Yesus merayakan hari Sabat. Paulus juga
beribadah di Sinagoge pada hari Sabat. Dalam agama Yahudi perayaan hari Sabat
dimulai sejak jumat petang, yakni setelah matahari terbenanam. Perayaan hari
sabat dimulai dengan Kiddusy, yakni berkat untuk hari yang akan datang,
berkat cahaya, doa, pembacaan, meditasi, dan pengungkapan penggharapan yang
kuat akan datanggnya Mesias.
Ada dua hari
raya lain dalam Yudaisme yang berhubungan dengan hari raya gereja, yaitu:
-
Hari
raya Succoth, disebut hari raya Pondok Daun
-
Dua
bulan setelah Tisri, yakni tangggal 25 Kislew (sekitar awal Desember
atau masa Adven di gereja), Yudaisme merayakan Hanukkah.
4.
Latar
Belakang Helenistik Dalam Liturgi Awal
Dengan berlatar
belakang agama misteri, gereja merayakan ritus inisiasi baptisan dengan
tambahan eksorsisme dan pengurapan. Pemahaman ibadah Matahari memberi dampak
luas dalam berbagai aspek kehidupan waktu itu. Sang Surya menjadi fokus hidup
dan budaya masyarakat. Misalnya awal pekan disebut hari sang surya. Gereja
tidak dapat mengelak pengaruh ini dengan masuknya teologi sang surya. Hari
ibadah dilaksanakan pada hari Minggu, yakni hari kebangkitan Kristus. Demikian
pula, dengan perayaan Paskah dan Pentakhosta dirayakan hari raya sang surya
pula. Disini, kita berhadapan dengan Kristenisasi kinteks, yakni sebuah bentuk
pemaksaan oleh keadaan, penggaruh masyarakat, dan kemauan penguasa.
5.
Akar-akar
Sakramen
Sakramen
berasal dari bahasa latin Sacrare, yakni hal yang menyebabkan kekudusan.
Sacramentum adalah ikrar yang diucapkan dalam sebuah upacara. Terminologi
kedua, yakni sakramen sebagai tanda, dalam pemahaman disini lebih berwujud
liturgi. Sakrammen adalah tanda-tanda kudus yang membangun dan memilihara umat
seperti baptisan dan ekaristi. Tindakan sakramen mewujud di dalam pemberkatan,
peneguhan, penahbisan, diakonia, dan sebagainya.
Unsur pastoral
tersebut dapat diuraikan melalui contoh berikut ini:
-
Sakramen
tobat adalah perwujudan dari perdamaian
-
Pengurapan
orang sakit berkaitan dengan keutuhan ciptaan
-
Dalam
pernikahan tekandung unsur ilahi dan manusiawi.
a.
Rekonsiliasi
tobat
Ketaatan dan kesetiaan sebagai pengikut Kristus menjadi dasar pembentukan tata tertib rekonsiliasi
tobat. Ada beberapa tahap yang harus ditempuh si petobat adalah sebagai
berikut:
-
Orang
yang bertobat harus lebih dulu mengaku dosa.
-
Setelah
pengakuan, orang itu menjalankan masa tertentu dengan mendapatkan tempat khusus
di dalam gereja.
-
Masa
ini dijalankan sejak Rabu abu hingga ia diterima kembali.
Penekanan utama
sakramen tobat bukan pada hukuman, melainkan pada pengampunan dan penerimaan
kembali.
b.
Penahbisan
dan Jabatan
Pemilihan pemangku jabatan pelayan gereja serta akar-akar
penahbisan telah muncul sejak gereja zaman mula-mula. Ada pemilihan beberapa
orang yang dinilai cakap. Semula pejabat-pejabat itu, termasuk uskup, merupakan
dewan. Mereka terdiri dari beberapa orang, tidak hanya satu orang.
Secara umum pelayanan-pelayanan jemaat adalah orang-orang yang
sangat terpandang. Umat memandang mereka sangat berkharisma, bukan karena
berpendidikan. Constitutiones Apostolicae menjabarkan pembagian tugas dalam liturgi sebagai berikut:
-
Klerus, yaitu Uskup, Para Imam atau disebut Presbiter, para Diakon.
1.
Uskup
adalah orang terhormat yang berinisiatif mengumpulkan umat.
2.
Imam
atau Presbiter, duduk disebelah uskup di katerdra atau yang disebut panti imam.
3.
Diakon
adalah telingga dan mulut uskup.
-
Pejabat
kecil, yaitu subdiakon atau pelayan-pelayan, diakon perempuan atau diakones,
lecktor atau pembaca, cantor yakni pemimpin para penyanyi,
penjagaga atau kostor dan pengusir setan atau roh jahat.
1.
Subdiakon
bertugas menjaga pintu perempuan.
2.
Diakon
perempuan adalah jabatan tertua dalam tingkat ini.
3.
Lektor
bertugas membacakan Kitab Suci.
4.
Gantor
adalah pejabat yang berkonsentrasi untuk nyanyian gereja.
5.
Penjaga
atau kostor bertugas mengawasi orang yang keluar masku gereja selama kebaktian.
6.
Pengusir
roh jahat bertugas terutama pada menjelang baptisan untuk calon baptis.
c.
Kaum
Beriman, yakni orang awam atau disebur juga sidang jemaat.
Ada
tiga bentuk partisipasi umat yaitu:
-
Membawa
roti dan anggur ekaristi ke gereja.
-
Menerima
komuni
-
Mengambil
bagian dalam nyanyian, responsori dan aklamasi.
BAB II
LITURGI MENJELANG ABAD-ABAD PERTENGAHAN
Ada satu masa dalam sejarah gereja yang disebut menjelang abad-abad
pertengahan. Masa tersebut berlangsung sekitar satu setengah abad, antara zaman
setelah Agustinus dan sebelum Gregorius 1. Banyak orang menjadi Kristen karena
situasi dan status sosial, serta kemudahan persyaratann yang diberikan oleh
gereja negara.
1.
Ibadah
Agama Lama
Sekalipun agama
lain dan ibadah agama lama dilarang secara resmi oleh kaisar Theodosius,
terlalu piciklah membayangkan bahwa kelekattann yang sangat merakyat itu dapat
hilang dalam waktu singkat. Pada suatu pihak, liturgi dirayakan dengan lebih
megah, lebih terbuka, lebih semarak dan lebih menarik perhatian. Slah satu
contoh kreativitas yang mengkristenkan unsur ritual agama lama antara lain
Refrigerium, yakni upacara perjamuan di makam.
2.
Budaya
Imperial dan Tata Busana
Warisan kedua
ini sebenarnya harus ditulis warisan liturgis. Hal ini berhubungan dengan
pengaruh budaya kekaiseran yang masuk liturgi. Tak luput, budaya gereja
mengikuti budaya setempat di mana ia berdiri. Para pelayan liturgi dan altar
ditempatkan ke tengah dan di ujung timur naos. Umat di tempatkan di alos disisi
kiri atau sebelah utara dan kanan sebelah selatan dari naos. Stola
juga digunakan sebagai mantel. Stola adalah kain panjang dengan lebar 10
cm. Imam juga membawa secarik kain sebenarnya fungsinya telalu liturgis, yakni
mappa atau mappula. Dileher dan pundak uskup melingkar dari depan kebelankang paenula
atau cappa. Ada pula tunica dalmatica, yakni tunica yang
dikenakan oleh uskup dan diakon sebagai aksesioris pada waktu penahbisannya.
Khusus uskup, ia mengenakan penutup kepala yang disebut Camalucum.
3.
Gereja
Di Yerusalem
Gereja di
Yerusalem di peroleh dari catatan Egeria. Catatan hariannya yang kemudian
disebut oleh para pakar sebagai Itenerarium Egeriare, adalah warisan
berharga bagi studi tentang gereja di Yerusalem. Egeria menginformasikan bahwa
ibadah di Yerusalem ditangani oleh biarawan dan biarawati, tetpi secara
istimewa tetap dilayangkan oleh kaum Klerus dan umat.
Ibadah harian
yang dilayankan sepanjang minggu pada pekan suci dan Prapaskah, termasuk hari
Minggu Paskah. Fungsi para pelayan ibadah berdasarkan hirearki. Pucuk tertinggi
ialah uskup, seorang pria yang dipandang sebagai perantara. Peran uskup secara
istimewa melambangkan kehadiran Kristus sebagai Imam Besar yang mengantarai
umat-Nya di hadapan Allah Bapa. Para Presbiter atau Imam bersama dengan
pengajar memelihara dan mengajar umat sesuai dengan ajaran imamat.
Di Yerusalem
pelayanan eksorsisme tidak di sebutkan, secara eksplesit ditangani oleh
seseorang, seperti di tempat masa itu. Ada kemungkinan pelayanan ditanggani
oleh imam. Juga tidak ada subdiakon dan penjaga seperti di gereja-gereja
berbahasa Yunani lain.
Hari raya
liturgi menjadikan kota Yerusalem kelimpahan. Yerusalem dikunjungi oleh
peziarah. Pelayanan ibadah diadakan di situs-situs historis, berhubungan dengan
hidup, kerja, mati dan kebangkitan Kristus.
4.
Tradisi
Hidup Membiara
Tradisi hidup
membiara atau bertapa mula-mula diawali oleh gerakan kaum muda untuk bebas dari
sekulerisme, kediniawian, kemewahan, dan kelmbagaan gereja. Mereka yang
menjalanakan hidup membiara atau bertapa melakukan penyendirian ketempat-tempat
sunyi atau disekitar rumahnya untuk dapat lebih menghayati hidup mengabdi pada
Allah.
Pada abad ke-6,
Benediktus membagi empat jenis dan tingkat bagi biarawan dan biarawati dalam
membiara yakni: Pertama, Kenobit mereka adalah yang paling tertinggi. Kenobit
hidup dalam kebersamaan di dalam satu rumah biara. Kedua, Anakhoret
yaitu petapa yang mengkhususkan diri memerangi kuasa jahat dan menjahui duniawi
melalui latihan kedesiplinan. Ketiga, Scarabites yakni petapa yyang
tidak berada di bawah kotrol apapun atau siapa pun. Keempat, tingkat terendah
adalah Gyrovogus yakni penjelajah, petualang, pengembara. Biarawan ini
menghabiskan hisup dengan berpindah-pindah.
BAB III
LITURGI ABAD-ABAD PERTENGAHAN PERTAMA
Masa abad-abad pertengahan diawali dengan runtuhnya politik negara
Romawi yang dimanfaatkan secara baik oleh Uskup Roma. Ia mulai memegang kuasa
sewaktu pusat pemerintahan Romawi dipindahkan ke Byzantium. Gereja memulai era
baru. Para uskup melakukan kampanye untuk menjadi Papa. Julukan Paus untuk
pertama kalinya di berikan Kepada Leo I.
Dalam sejarah gereja abad ke-5, ada dua rumpun tradisi besar dalam
liturgi yaitu liturgi Roma dan liturgi Gallia.
1.
Buku-buku
liturgi Rumpun Tradisi Roma dan Gallia
Buku—buku yang termasuk dalam
rumpun liturgi Roma, yaitu: Sacramentarium Gregorius, Sacramentarium
Gelasianum, Sacramentarium Leonia, kumpulaan Naskah Revenna, dan Ordines
Romani. Sedangkan yang termasuk rumpun liturgi Gallia, yaitu: Missale
Gothicum, Missale Gallicanum, Misa-misa yang dipublikasikan oleh Mone, buku
Pengajaran Luxeucell, Surat-surat Santo Germanus dari Paris, Buku-buku Inggris
dan Irlandia, Misa Bobbio, Buku-buku Ambrosian dan Buku-buku Mozaratis.
2.
Liturgi
Papal dalam Liturgi Roma
Zaman kepausan membawa dampak bagi timbulnya liturgi kepausan,
disebut liturgi Papl atau ritus Papal. Liturgi yang dilayangkan
oleh Paus berbeda dengan liturgi yang dilayangkan oleh imam biasa dari jemaat
yang dipimpin oleh imam. Apabila Paus tidak hadir, pelayan liturgi digantikan
oleh imam dengan memakai liturgi yang lebih sederhana dari pada liturgi Papal.
Adalah liturgi biasa Papal, yang diadakan menurut waktu yang tetap dan
dipimpin oleh Paus sendiri dihadiri oleh anggota Kerajaan dan umat dari pelosok
kota Roma.
3.
Liturgi
Gallia
Liturgi Gallia berasal dari liturgi oriental dan pada mulanya
menggunakan bahasa Yunani. Setelah penyebarannya ke Italia, bahasa dan formula
Yunani pun bercampur dengan bahasa dan formula Latin. Bagian pertama adalah
liturgi masuk, diawali oleh sebuah antifon demi mempertegas kelayakan para
pelayan untuk melayangkan liturgi. Kemudian nyanyian masuk, yakni monogees
atau Introitus atau ingressa, atau officum, dinyanyikan. Trisagion,
yakni tiga nyanyian masuk. Selanjutnya pembacaan Alkitab diselinggi dengan Mazmur.
Berkohtbah atau Homili, berkata bagi katekummen yang dilanjutkan dengan prosesi
persembahan tubuh dan darah Tuhan, selanjutnya persembahan dilayangkan.
Kemudian ciuman kudus. Salam damai. Kemudian doa collectio post santcus
berupa epiklesis. Dan bagian terakhir adalah pengucapan syukur.
4.
Perkembangan
dan Penetapan Sakramen
Sebelum tiba pada bagian iini, urain mengenai sakramen terbatas
sampai akar-akar sakramen. Pada abad ke-6 sampai abad ke-11 terjadi perubahan
besar dalam teologi sakramen. Baptisan berubah kedalam pengertian sederhana
sebagai ritus air dan firman. Karena baptisan dianggap liturgi publik dan
diterima seumur hidup. Pertobatan salah satu akar praktik baptisan-ditonjolkan
sebagai ritus personal dan sakramen yang dapat diulangi.
Sakramen adalah tanda dari suatu yang sakral. Namun, misteri sakral
disebut juga sakramen, sebagaimana sakramen ilahi. Maka, sakramen dapat berarti
tanda dari suatu yang sakral, atau suatu yang sakral yang ditandakan. Kini,
kita memiliki sakramen sebagai tanda-tanda jadi. Jadi sakarmen adalah bentuk
kelihatan dari anugerah yang tak terlihat. Ada tujuh sakramen, yaitu baptisan,
konfirmasi, misa, pertobatan, perminyakan suci, penahbisan, dan perkawinan.
5.
Perkembangan
Disiplin Spiritualitas dan Monastik
Pada awal abad-abad pertengahan, biara-biara barat mulai menjadi
mandiri dan mapan dalam menerapkan metode pelatihan spiritualitas. Dalam hal
metode askese, biara Barat banyak menimba ilmu dari gerakan Monastik padang
pasir Mesir. Pola kenobit dianggap lebih baik sebab mencerminkan gaya hidup
sebuah keluarga, selain karena alasan iklim Italia dan dunia. Barat umumnya
yang lebih dingin dari pada Mesir, terutam musim dingin. Peran seorang ayah
atau ibu dalm keluarga menjadi pengikat para naggota keluarga yang lain, yaitu
anak-anak, sanak saudara, cucu dan sebagainya.
BAB IV
LITURGI ABAD-ABAD PERTENGAHAN KEDUA
Para ahli sejarah gereja kemudian cenderung membagi Abad-abad
Pertengahan menjadi dua bagian. Padahal, kita menyadari bahwa zaman bergulir
tanpa pemilahan seperti itu. Yang dimaksud dengan Abad-abad Pertengahan bagian
kedua adalah masa menjelang Paus Gregorius VII dan menjelang abad reformasi
abad ke-16.
Abad-abad Pertengahan tidak meluluh di warnai oleh masalah politik,
yakni perseteruan antara gereja dengan negara. Muncul pula dampak lain selain
gereja ingin mengatasi kuasa negara. Dampak tersebut terjadi dalam tubuh gereja
sendiri. Perayaan liturgi adalah salah satu dampak tersebut.
1.
Gereja
Katedral di Antara Gereja Parikial
Hingga abad ke-7, banyak bangunan gereja katedral berarsitektur
basilika. Lambat laun gereja basilika disejajarkan dengan katedral. Sejak
semula basilika Leteran-Roma adalah gereja katedral dari abad-abad pertengahan.
Waktu itu liturgi di basilika Leteran telah lepas dari akarnya
sehingga berkembang atau sebenarnya terpelihara dua bentuk liturgi yaitu:
-
Pemeliharaann
ritus perayaan liturgi di Kapel Paus
-
Perkembangan
liturgi secara independen di basilikia Leteran.
Liturgi Papal
menjadi model dasar bagi gereja Eropa pada awal Abad Pertengahan walaupun tiap
daerah tetap memasukan atau menyisipkan penyusaiannya pada locus-nya.
Imam sebagai
pemimpin paroki diharapkan menjaga dan merawat gereja, termasuk merayakan
liturgi. Selain itu, menetapkan pembayaran para uskup, memberikan perhatian
kepada orang miskin, kebutuannya sendiri dan para pembantunya. Jadi ada empat
hal yang harus di perhatikan imam, yaitu Uskup, orang miskin, bangunan gereja
dan kebutuhan pribadi.
Bagi imam
paroki di kota, ada semacam tuntutan pelayanan yang lebih tinggi ketimbang
sebagai paroki didesa. Tuntutan tersebut terutama pelayanan liturgi. Kehidupan
Collegia dengan aktifitas liturginya di tunjang oleh uskup. Secara liturgis,
uskup sangat berperan atas imam-imam, tetapi tidak mencampuri urusan biara.
2.
Arsitektur
Gereja
Setelah tahun 600-an, antara zaman Konstantinus dan Karel Agung,
muncul zaman baru yang dikenal dengan abad-abad Pertengahan sebagai masa
kebangkitan aritektur gereja. Hal ini dibarengi dengan kebangkitan ekonomi dan
perkembangan biara pada sekitar abad ke-11.
Bentuk gereja pertama yang dibangun dalam ukuran raksasa setelah
rumah-rumah dan katkombe ialah basilika. Basilika adalah bangunan Romawi untuk
kegiatan umum. Dalam bentuk awalnya basilika bermodel sederhana dan kosong,
basilika hanya seperti hanggar bagi manusia dengan pilar di dalamnya.
Arsitektur gereja dirancang tidak melulu berdasarkan timbangan
kebutuhan fungsional. Gedung gereja juga bukan sekedar tempat untuk menampung
orang sebanyak-banyaknya, melainkan sebagai saran spiritual untuk merasakan
perumpaan dengan Allah.
Setelah model basilika, aritektur bizantium memberi warna pada
bangunan gereja. Walaupun pengaruh bizantium tidak luas, model ini menjadi
saksi sejarah liturgis. Ciri khas bizantium adalah atap berkubah, bahkan
berkubah besar. Ada tiga bentuk kubah: kubah bentuk tunggal, kubah bersusun,
dan kubah berkuncup. Kubah-kubah tersebut disusun tanpa tiang penyangah inti di
tengahnya.
Antara tahun1500 dan 1200, Arsitektur romanesque, manjadi pola agak
umum bagi gereja. Bangunan ini di lengkapi dengan menara yang tingginya dapat
mencapai 100m dan beratap batu. Ruang di dalamnya luas, ada yang mampu
menampung sepuluh ribu orang. Jika pada awalnya bangunan gereja raksasa dan
basilika lebih berupa ruang dalam yang panjang lurus, romanesque membuat model
salib pada naosnya.
3.
Liturgi
Pernikahan
Perkawinan orang Kristen adalah sama dengan setiap perkawinan mana
pun sehingga orang yang kawin mengikuti adat istiadat setempat. Namun, dalam
perkawinan itu gerja coba mewujudkan etos Kristen.bagi gereja, pernikahan yang
sah ialah persetujuan kedua belah pihak yang menikah dan keluarganya. Gereja
mendukung usaha melindungi institusi pernikahan. Di situlah kejujuran dan
ketulusan terjamin sebab tidak ada manipulasi atau language game.
Liturgi nikah pada abad-abad pertengahan didasarkan pada sakramentria
Roma. Dalam Sakramentarium Leonia abad ke-7, liturgi nikah disebut incipit
velatio nuptialis, yakni pemberkatan tudung. Pemberkatan tersebut berisi
enam doa yaitu :
a.
Doa
Collecta, memohon berkat Allah secara umum.
b.
Doa Secreta
dan hanc igitus, Doa khusus mempelai
c.
Doa Pra
sacra coniugii, permohonan agar perjamuan yang diberikan oleh perempuan
diterima sebagai hukum suci pernikahan.
d.
Doa
bagi pasangan yyang dipersatukan Allah. ini juga merupakan doa persiapan bahwa
Allah menetapkan pernikahan mereka untuk melahirkan keturunan.
e.
Doa Pro
Famula Tua Illa, yakni doa berkat dan mengingatkan bahwa pada usia muda
Allah menyatukan mempelai perempuan dengan suaminya untuk tumbuh bersama hingga
tua.
f.
Doa Pater
Mundi Conditor, yakni doa-doa bagi mempelai tentang kisah penciptaan adalah
sebagai berikut:
1.
Penciptaan
manusia melalui perempuan untuk meneruskan umat manusai.
2.
Perempuan
sebagai yang lemah bergabung dengan yang kuat, lalu melahirkan anak.
3.
Bagi
istri yang baik dan memegang hukum disebut aeterna iura.
4.
Pernikahan
bukan hanya untuk mendapatkan anak, melainkan juga untuk tetap beriman.
5.
Pernikahan
di dalam Kristus atau fedelis et casta nubat un Christo.
4.
Ordo-ordo
Biara Baru
Abad-abad pertengahan kedua juga diwarnai dengan munculnya beberapa
ordo biara yang kemudian menjadi induk-induk biara-biara di masa kemudian. Pada
bab sebelumnya, telah di kemukankan tentang Cluny dan Citeaux sebagai pewaris
tradisi benddikitin, yakni mengikuti peraturan atau regula Santo Benediktus.
Cluny tidak betahan lama. Setelah beberapa kali terbakar, Cluby betul-betul
tidak timbul lag sekitar abad ke-14.
Sementara Citeaux kemudian melahirkan tradisi Cisterciensis,
sebutan yang dikenakannya pada akhir abad ke-15. Pada masa kira-kira sama
lahirnya Citaeux, yakni abda ke-11, muncul biara baru di La Grande
Chartreuse-Prancis, para Rahib dan muridnya yang menyebut diri mereka Kartusian. Pada akhir abad ke-13, Fransisikus
Asisi mendirikan ordo Frates Minores, yakni persaudaraan hina-dina, ata dikenal
pula kaum Fransiskan.
5.
Persebaran
Brevir dan Liturgi Harian
Pada akhir abad ke-14, ketika rahib makin banyak mengadakan
perjalanan keluar biara sehingga tidak mungkin kembali untuk merayakan liturgi
harian di kapel pada waktunya. Oleh karena itu, biara menjadi brevir.
Penyediaan brevir tersebur bertujuan agar rahib tetap dapat merayakan liturgi
harian di perjalanan seorang diri atau bersama satu-dua teman seperjalannya.
Brevir berasal dari kata latin brevio atau breviarium, artinya penyingkatan
atau ringkasan. Brevir berisi pelaksanaan liturgi, doa-doa, dan nyanyian.
BAB V
LITURGI MASA REFORMASI
Reformasi gereja abad ke-16 adalah salah satu tahap penting dalam
sejarah liturgi. Setidaknya bagi pembentukan liturgi gereja-gereja reformasi
kemudian. Para reformator tidak hanya mengguncang tata gereja. Mereka juga membarui
praktik liturgi Abad-abad Pertenghan, terrutama Abad-abad Pertengahan kedua
Paus yang memiliki kuasa dalam urusan sekuler dan pajak yang dikenakan kepada
umat ditentang.
Semula reformasi tidak mengkritik liturgi Abad-abad Pertengahann.
Reformasi adalah gerakan untuk membarui praktik gereja Roma. Bahkan praktik
tersebut berangkat dari makna memperoleh keselamatan sebagaimana dialami Luther
secara pribadi.
1.
Martin
Luther (1483-1546)
Luther adalah serorang pembaru gereja yang sabar dan hati-hati
dalam hal liturgi. Ia melakukan perubahan dan pembaruan secara bertahap, dan
tentu saja memakan waktu
a.
Awal
Pembaruan
Semula, sebagaimana di dalam buku Formula Missae, Luther memberikan
beberapa contoh bahwa umat berhak menerima ekaristi dengan dua elemen, yaitu roti
dan anggur, melalui tangannya sendiri. Liturgi adalah pemberitaan Firman. Seluruh
aktifitas di gereja dinilai menurut ukuran tersebut. Oleh karena itu, pembacaan
Alkitab dan Khotbah disampaikan dalam bahasa pribumi, sedangkan yang masih
boleh disampaikan dalam bahasa latin. Doa-doa privat di offertorium yang
mengingatkan akan korban dihapuskan sama sekali. Pengakuan dosa secara pribadi
kepada imam diperbolehkan asal tidak diwajibkan. Imam bebas memilih dan
mengenakan pakian Liturgis, asal tidak menonjolkan kemewahan dan kemegahan.
Sebagai pembaru, Luther mengadakan reformasi liturgis dengan
berangkat dari akarnya, yaitu Alkitab, gereja Mula-mula, dan struktur misa Roma
yang terutama liturgi dari zaman Patristik. Alkitab mendapat peran dominan
dalam perayaan Iman gereja dengan selalu dibacakannya Perjanjiian Lama, surat
rasuli, dan injil. Dalam pengaruh skolastik, penelitian liturgi secara
historis-sebagaimana ilmu teologi pada umumnya-mendapat porsi dalam
reformasinya tersebut.
b.
Tahun
Liturgi
Sehubungan dengan penghapusan patung-patung orang kudus, Luther
merapikan tahun liturgi. Gereja hanya diperbolehkan merayakan hari minggu dan
hari raya Tuhan, yaitu: natal, paskah dan Pentakosta. Ia menghapus hari raya
kudus secara bertahap. Untuk sementara hari raya Sanctorale masih dapat di
rayakan, asal dimasukan dalam perayaan hari Minggu atau temporale terdekat,
serta di ajarkkan melalui khotbah.
c.
Pemberitaan
Firman Tuhan
Pemberitaan Firman Tuhan mempunyai arti luas dari pada hanya
khotbah menonton atau pidato. Ada tiga wewenang yang mengakibatkan
terjadinyya penyelewengan dalam
memberitakan firman dalam ibadah, yaitu:
-
Firman Allah dibisukkan.
-
Pada
waktu firman Allah dibisukan, munculah fabel-fabel dan kebohongan non-Kristen.
-
Peribadahan
tidak dinyatakan sebagai karya anugerah dan keselamatan Allah, tetapi telah
menjadi bebas bagi umat untuk terpaksa mendengar.
d.
Ibadah
Harian
Selain pemberitaan firman pada hari Minggu, Luther- yang adalah
mantan biarawan yang bergabung pada ordo Augustin pada usia 22 tahun- menerapkan
ibadah harian atau ofisi. Ada tiga waktu doa komunal setiap hari yaitu ibadah
pagi, ibadah siang dan ibadah senja.
e.
Nyanyian
Jemaat
Menurut Luther, nyanyian jemaat harus bervariasi dan menjemaat.
Kyre elesion dinyanyikan oleh pendeta dan umat bersama-sama sebagaimana zaman
Patristik dan dipraktikan oleh gereja Timur.
f.
Pernikahan
Gereja
Dalam hal pernikahan gerejawi juga dalam setiap liturgi- Luther
berhadapan dengan kepelbagaian praktik gereja Jerman waktu itu. Luther
mengatakan “Lain negara, banyak cara”. Oleh karena itu, menerapkan sistem
pramatisnya secara bijaksana berdasarkan “Lain ladang, lain belalang, lain
lubuk lain ikannya”. Ia menekankan keseragaman dalam hal penyelenggaraan
liturgi pernikahan.
Pernikahan adalah urusan duniawi dan bukan sakramen, tetapi harus
dilangsungkan digereja. Menurut Luther, ada dua bagian dalam pernikahan gereja.
Ritus
di Pintu gereja
a.
Pendeta
bertanya kepada laki-laki dahulu kemudian kepada perempuan.
b.
Setelah
mempelai menjawab “Ya”, mereka menukar cincin masing-masing.
c.
Pendeta
memegang tangan mempelai dan mengucapkan Matius 19:6.
d.
Kemudian
Pendeta memberitakan perkawinan mereka kepad umat.
Ritus Altar
a.
Pendeta
membacakan dengan khidmat Kej. 2:18 dan 21-24.
b.
Kedua
nas tersebut adalah hakiki dalam liturgi pernikahan bagi Luther.
c.
Pendeta
memberkati dan berdoa bagi mempelai.
2.
Johannes
Calvin (1509-1564)
Berbeda dengan Luther, Calvinn memberikan sumbangan besar dalam
perkembangan liturgi. Ia dan temannya memulai suatu pekerjaan yang kini menjadi
warisan gereja reformasi, yaitu penyusunan tata liturgi dna nyanyian jemaat.
Walaupun Calvin bukan orang pertama yang membuat buku tentang liturgi, lebih
dikenal oleh gereja saat ini dari pada pendahulunya. Ia sendiri baru menjadi
pendeta di Jenewa pada tahu 1536.
Hingga tahun 1526, Starssburg belum memiliki buku liturgi sendiri
sebagaiman yang telah digunakan oleh Luther di Jerman. Beberapa Pastor
Reformasi mulai gelisah dan terdorong untuk membuat buku liturgi sendiri.
Martin Bucer atau Martin Butzer (1491-1551) membuat beberapa penyederhanaan
dari liturgi Katolik Roma. Kata misa diganti dengan perjamuan malam atau
perjamuan Tuhan.
Jika liturgi Schwarz bersifat konservatif, Liturgi Bucer bersifat
injili, dibandingkan dengan pola Luther, segi persenalitas liturgi Bucer begitu
ditonjolkan. Hal tersebut terlihat dalam prinsip-prinsipnya. Menurut Bucer
letirugi terdiri dari empat hal berikut:
1.
Pemberiataan
Fiman Tuhan dan tanggapan umat kepada-Nya dalam bentuk mazmur-mazmur
responsori, doa dan nyanyian.
2.
Peran
Roh Kudus ditonjolkan secara aktif dan terlihat melalui khotbah yang mengena
sehingga mendorong pertobatan.
3.
Kecuali
pada waktu khotbah, umat bebas berdoa dan memuji tanpa dikekang oleh tata cara
yang berlaku..
4.
Dengan
demikian, gereja menjadi persekutuan kasih. Kasih harus mendasari segenap hidup
dan kerja orang percaya.
a.
Unsur
Liturgi Votum
Hal yang perlu dicatat sehubungan dengan sumbangan Calvin bagi
liturgi gereja-gereja Reformasi di Indonesia ialah unsur yang kemudian disebut
“votum”. Calvin menyebutnya sebagai adjutorium. Formula votum adalah salah satu
yang telah mencirikan warisan atau kebiasaan Calvin bagi gereja-gereja Calvinis
di Indonesia yang berasal dari Belanda.
b.
Mazmur
Jenewa
Mazmur Jenewa sebagai nyanyian jemaat merupakan prakarsa Calvin
bersama teman-temannya. Bersama Bucer di Stassburg, Calvin menganti corak
nyanyian gregorian.
c.
Pernikahan
Gereja
Calvin memandang perniikahan gereja secara pastoral dan teologis.
Sekalipun tidak berkepentingan dalam hal pernikahan seorang umat yang menikah
dilibatkan dalam iturgi. Liturgi menurut Calvin adalah sebagai berikut:
1.
Pengajaran
Alkitabiah.
2.
Persetujuan
Mempelai.
3.
Dilanjutkan
dengan pertanyaan kepada mempelai laki-laki dan perempuan.
4.
Pendeta
bertanya kepada mempelai laki-laki.
5.
Pendeta
bertanya kepada mempelai Perempuan.
6.
Setelaha
masing-masing mempelai menjawab “Ya”, pendeta memberkati mempelai.
7.
Untuk
memberitahukan kepada mempelai bahwa Allah mempersatukan mereka dan pernikahan
Kristen adalah tidak terceraikan.
8.
Doa
bagi suami dan istri yang kemudian disusul dengan berkat.
9.
Lalu
bagaimana dengan Luther, Calvin pun menyyatukan tangan mempelai dan tidak
memberkati cincin.
BAB VI
PRAKTIK LITURGI DI GEREJA-GEREJA REFORMASI
Gerakan reformasi abad ke-16 melahirkan beberapa unsur bari di
dalam pembentukan liturgi. Sejalan
dengan perkembangan gereja-gereja reformasi Eropa dan pembaharuan di Inggris.
Perkembangan gereja berasal dari perkembangan teologi. Peitisme atau gerekan
yang mementingkan kesalehan personal, dan revivalisme atau gerakan menghidupkan
kembali semangat hidup rohani, muncul dalam rangka menggapi arus penggerak
pemiikiran pada zaman itu, yakni Pencerahan.
Lahirnya istilah liturgi Protestan bermula dari polemik antara
pemimpin Gereja Katolok Roma dan beberapa orang yang kemudian disebut
reformator, pada zaman reformasi abad ke-16. Sebelum abad ke-16, dunia hanya
mengenal satu liturgi Barat, yakni liturgi Roma. Berikut ini induk liturgi
tradisoanal liturgi Barat (Roma) yakni;
a.
Lutheran
dari Wittenberg
b.
Reformed
atau Calvinis bermula dari Zurich
c.
Anabaptis
di Swiss
d.
Anglican
untuk gerja Inggris
e.
Separatis
dan Puritan
f.
Queker
g.
Methodist
h.
Frontier
i.
Pentakostal
abad ke-20.
1.
Hakikat
Liturgi Reformasi
Dalam
perkembangan reformasi, tidak ada liturgi yang ideal dan mapan sehingga wajib
diikuti untuk zaman segala zaman dan tempat. Refelksi teologis atas praktis
liturgis mempunyai peranan penting. Agar pembaruan liturgis yang dihasilkan
tidak hanya berdasarkan kegemaran sesat, selera individu semata, atau trend
zaman, refleksi teologis atas liturgi di perlukan. Jadi bagi gereja reformasi
tidak ada liturgi yang bersifat normatif. Tidak ada liturgi yang bersifat
kekal, sempurna, fine, dan tidak dapat diperbarui sepanjang masa.
Oikumenisitas
dalam liturgi adalah salah satu konsep dan pola dalam liturgi reformasi. Bahkan
Luther dan Calvin tidak berniat merombak misa Roma, kecuali hal-hal praktis
yang ditampilakan melalui ritus-ritus. Ritus-ritus di gereja reformasi tidak
seragam. Walaupun pola dan konsep liturgi waktu itu diusahakan oikumenis, usaha
itu sekarang kurang terasa sebagaimana tejadi di Indonesia. Secara umum ada
tujuh prisip dalam liturgi sehingga berwarna reformatoris, yaitu:
a.
Liturgi
dilayankan dalam bahasa umat.
b.
Melalui
firman-Nya, Tuhan mengumpulkan, mendirikan, melindungi, dan menjaga umat-Nya.
c.
Jika
perjamuan kudus dirayakan sebagaimana perintah Kristus, umat berhak dan wajib
menerima komuni.
d.
Perbedaan
komuni antara imam – menerima dua elemen – dan umat – menerima satu elemen –
harus diakhiri.
e.
Umat
terlibat aktif dalam liturgi dengan menyanyikan nyanyian jemaat.
f.
Doa
hening oleh pelayan dihilangkan.
g.
Pelayanan
liturgi tidak mengenakan pakian liturgis yang hanya membedakannya dari umat.
2.
Aspek
Pendidikan dalam Liturgi
Bagi gereja
reformasi, kebaktian tidak melulu beraspek liturgis. Kebaktian juga memiliki
sifat edukatif. Hal itu berarti gereja mengubah suasana liturgi menjadi suasana
kelas sekolah, sekalipun aspek pendidikan ditekankan. Salah satu ciri
berperanya segi edukasi dalam liturgi adalah pakian liturgi yang dikenakan oleh
pendeta, yakni jubah hitam.
Secara umum, ada
dua macam pendidikan liturgi Reformasi:
a.
Tujuan
Khotbah ialah mendidik umat. Dengan demikian isi khotbah mutlak bersifat
edukatif, bukan uraian dogmatis belaka.
b.
Pendidikan
anggota jemaat tak hanya berlangsung di dalam khotbah. Pendidikan umum
berlangsung di segenap kebaktian gereja.
3.
Nyanyian
Jemaat
Salah satu
perhatian gerakan reformasi yang lain dan positif adalah membuka keberbagaian
nyanyian jemaat untuk dinyanyikan dalam liturgi. Bagi reformasi, mazmur-mazmur
dan kidung-kidung rohani itu penting dalam ibadah. Bahkan Luther tetap memakai
mazmur untuk dinyannyikan secara gregorian dalam ibadah.
Sebagaimana
Luther, Calvin mendukung penerbitan 150 mazmur Jenewa untuk nyanynian jemaat.
Disadari bahwa di dalam nyanyian jemaat terdapat pujian dan pemberitaan. Allah
mmeneruskan firman-Nya kepada manusia dan menetapkannya untuk tinggal hidup
didalam hati. Oleh sebab itu, syair nyanyian jemaat mempunyai peran penting
untuk meresapi firman Allah.
Ada dua hal
mengenai pembaruan syair hymnus yang terjadi sebagai berikut:
a.
Nyanyian jemaat adalah persembahan pujian
kepada Allah.
b.
Jika
Mazmur inggin dinyanyikan, syairnya harus disesuaikan lebih dahulu secara
Kristen dan modern.
4.
Awal
Liturgi Anglican
Proses
pembentukan liturgi Anglican sejak 1531 oleh Raja Hendrik VIII terakait dengan
beberapa penyusaian liturgi yang telah terjadi sebelumnya didaratan Eropa dan
gereja-gereja di Inggris. Semula Hendrik VIII bersikap anti-Luther dan
sekaligus anti-Paus. Semula ia tidak mau menggunakan contoh Reformasi dan
liturgi Lutheran. Namun, lambat laun keadaannya ini berubah, terutama setalah
sang raja mangkat.
5.
Pembentukan
Liturgi Mehtodist dan Liturgi Gereja Independen
Buku ibadah
hari minggu Methodist yang dipublikasikan di London hanya mengalami sedikiit
perubahan dari The Book of The Common Prayer. Perubahan yang dilakukan
Wesley terutama menyangkut hal-hal praktis dalam perjamuan. Perubahan ini hanya
berupa perubahan-perubahan kecil, semisal imam diganti menjadi penatua, sebutan
“engkau” dalam berkat diubah menjadi “Kita”. Para pengikut Wesley-dijuluki
methodist karena Wesley seorang yang brilliantt mengatur-adalah sekedar anggota
berdasarkan kartu pernyataan untuk tiga bulanan. Peribadahan methodist abad
ke-18 bercirikan pada doa-doa secara bebas dan lebih banyak menyanyikan nyanyian
karya Wesley.
Ciri umum
peribadahan injili adalah sifat dan warna perasaan personal-devosional.
Unsur-unsur tersebut terdapat dalam:
-
Nyanyian
yang bersifat devosional dan personal
-
Doa-doa
secara bebas tanpa teks.
-
Pembacaan
Alkitab tanpa aturan terhadap tahun liturgi.
-
Khotbah
bebas bagi setiap orang yang menyampaikannya.
-
Sakramen-sakramen
yang ditunjang oleh pemberitaan firman.
BAB VII
LITURGI ZAMAN MODERN
Yang dimaksud dengan liturgi zaman modern adalah liturgi abad
ke-20, terutama pada paruh kedua abad ke-20. Perjalanannya masih berlanjut
hingga abad ke-21 ini, terutama bagi gereja-gereja Protestan di Indonesia.
1.
Penyesuaian-penyesuaian
Liturgis
Penyesuaian liturgis bukan hal baru dalam sejarah gereja. Sejak
gereja melayankan ibadah dan bertemu dengan dunia sekitar, liturgi senantiasa
berada dalam proses penyesuaian.
a.
Kontekstualisasi
Kontekstualisasi berkaitan dengan penilaian kita terhadap
konteks-konteks dalam dunia ketiga. Kontekstualisasi dengan tidak mengabaikan
konteks-konteks budaya, memperhitungkan juga proses sekularisasi, teknologi dan
perjuangan manusia demi keadilan, yang menjadi ciri saat ini dalam sejarah
bangsa-bangsa dunia ketiga.
b.
Revisi
dan indigenisasi
Dengan kata lain, kontekstualisasi bukan sekedar bergedung ibadah
tradisional, tanpa mengganti tata ibadah di dalamnya. Kontekstualisasi juga
bukan sekedar menggunakan iringan musik tradisonal, tanpa menyesuaikan syair
nyanyian. Metode revisi dan indigenisasi awal berada di dalam pola pikir ini.
Oleh sebab itu, disini kontekstualisasi memerlukan pemahaman akan nilai
historis setempat secara jelas.
c.
Inkulturasi
Metode inkulturasi digunakan pada tahun 1973-an. Pemunculan istilah
ini berkaitann dengan pemahaman tentang pengiriman misi. Baik budaya gereja
pengirim maupun gereja penerima tidak dipudarkan.
d.
Akulturasi
Metode inkulturasi mendapat imbangan dengan metode akulturasi.
Akulturasi adalah perjumpaan antara satu budaya dengan budaya lain, atau
terjadinya kontark antar dua budaya.
e.
Adaptasi
Metode adaptasi dimunculkan dalam artikel 36—40 SC dari dokumen
Konsili Vatikan II yang diterjemahkan dengan penyesuaian.
f.
Inkarnasi
Berbeda dengan adaptasi, metode inkarnasi atau penjelmaan wujud
berlangsung melalui niat gereja untuk merayakan liturgi yang hidup bersama
dengan budaya dan tradisi setempat.
g.
Indigenisasi
Metode indigenisasi atau pempribumian dapat dispesifikasikan
sebagai indianisasi, filipinanisasi, afrikanisasi, amerikanisasi,
iindonesianisasi dan sebagainya. Yang dimaksud dengan indigenisasi adalah
memberperankan unsur-unsur seni dan budaya setempat sehingga menjadi liturgi.
2.
Nyanyian
Taizẻ-Prancis
Nyanyian Taizẻ merupakan nyanyian dinamis, namun tetap bernuansa
kontemplatif sebagaiman model liturgi biara pada umumnya. Semula musik Taizẻ
diambil dari musik gereja yang dikenal di Prancis. Lambat laun, perbendaharaan
musik untuk ibadah Taizẻ makin bertambah.
Irangan Nyanyian Taizẻ adalah berbagai alat musik yang secara
harmonis dan khidmat dimainkan, semisal trompet, flute, organ, dan gitar. Pola
iringan semodel ini merupakan daya ttarik khas bagi kaum muda.
3.
Gerakan
Liturgis( The Liturgical Movement)
Gerakan liturgi atau The Liturgical Movement adalah pembaruan
lituurgis. Gerakan liturgis ini berawal dari sebuah biara Benediktin di Prancis
pada sekitar abad ke-19. Biara Solesmes-Prancis tersebut diperbaharui oleh
semangat pencerahan. Dari Solesmes inilah pembaruan liturgi biara-biara secara
umum menyebar ke biara-biara lain dibeberapa negara di Benua Eropa.
Good! hanya perlu menyertakan daftar referensinya..
BalasHapusSukses...
sangat menolong,,,
BalasHapusThanks,,,
Good luck,,,
Mantapp
BalasHapus